Tampilkan postingan dengan label b2w. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label b2w. Tampilkan semua postingan

Minggu, Agustus 30, 2020

Pesepeda dan Jalan Raya

 


Jalan raya tidak aman buat pesepeda?

 

Di pertengahan dekade 1980-an, sebelum Ayahku membelikanku sebuah sepeda motor, kadang aku jalan kaki ketika pulang sekolah. Jarak dari sekolah SMA N 3 ke rumah (Puspanjolo Tengah) mungkin sekitar 2 kilometer. Ini bukan karena orangtuaku tidak memberi uang untuk naik angkutan umum, tapi aku menabung uang transport untuk membeli perangko. Aku punya beberapa kawan pena yang membuatku butuh membeli perangko, amplop, dan kertas surat.

 

Aku tidak berjalan pulang sendirian. Ada beberapa kawan yang menemaniku berjalan; satu yang paling aku ingat, namanya Dwi Maryanti, tinggalnya di Puspanjolo Selatan. Tidak ada trotoar yang selebar sekarang di jalan Pemuda, tapi ada slow lane yang terpisah dari fast lane, jadi kita merasa cukup aman berjalan sambil ngobrol sepanjang jalan. Yang lewat slow lane, paling-paling sepeda atau becak yang akan membunyikan bel jika mereka berada di belakang kita dan meminta kita untuk minggir.

 

Setelah naik kelas 2 SMA, aku mulai naik motor kemana-mana, tapi jelas slow lane masih ada.

 

Aku lupa mulai kapan slow lane menghilang di jalan-jalan utama kota Semarang. Aku yakin penyebabnya tentu kian banyak kendaraan bermotor yang lewat di jalan raya. Semua jalan adalah fast lane. Lalu para pejalan kaki dan pesepeda lewat mana? Jika beruntung ada trotoar, para pejalan kaki bisa berjalan di atas trotoar dengan kondisi seadanya. Pesepeda ya jadi satu dengan kendaraan bermotor, melaju di fast lane. Saat jumlah kendaraan bermotor belum sebanyak sekarang, masih lumayan aman lah.

 

Tahun 2010, Bike 2 Work Semarang berinisiatif mengadakan talk show tentang JALUR SEPEDA, untuk mendesak pemerintah kota untuk menyediakan fasilitas untuk pesepeda. Saat talk show inilah, (sebagian dari) kita baru 'ngeh' untuk membuat daftar jalan-jalan mana saja yang masih memiliki slow lane; meski dalam kenyataannya slow lane ini tidak benar-benar dipakai untuk pesepeda/tukang becak. Selain karena kondisinya tidak sebagus fast lane, sebagian besar slow lane dipakai untuk tempat parkir, terutama di jalan-jalan yang ada toko berderet-deret; misal Jl. MT Haryono dan Jl. Indraprasta.

 

*******

 

Seorang sobat sepeda pernah bercerita sekitar satu dekade lalu jika dia berangkat bekerja lewat Jl. Majapahit daerah Pedurungan, dari arah Timur, biasa berbondong-bondong para pesepeda (mungkin dari area Mranggen dan sekitarnya) masuk Semarang. Mereka ini kebanyakan pekerja pabrik. Kata sobat ini, para pesepeda ini datang bak air bah, memenuhi jalan raya, baik yang sesuai arah, maupun yang contra flow.

 

Sekarang? Entah karena kondisi ekonomi para pekerja ini meningkat, atau sekarang membeli sepeda motor semudah membalikkan telapak tangan, 'kebiasaan berbondong-bondong memasuki Semarang ini masih sama, namun sekarang mereka naik sepeda motor. Kondisi traffic pun malah kian kisruh dibandingkan ketika mereka naik sepeda.

 

*******

 

Sekitar 2-3 bulan lalu sepeda mendadak menjadi primadona di tengah masyarakat -- orang berbondong-bondong membeli sepeda, kemudian berbondong-bondong memenuhi jalan raya. Bisa aku katakan mereka ini 'newbie' sepedaan, meski mungkin dua-tiga dekade lalu mereka juga bersepeda. Mereka (mungkin) berpikir bahwa kondisi jalan raya masih sama seperti 2-3 dekade lalu dimana sepeda masih dianggap sebagai satu jenis kendaraan yang tidak wajib mengikuti peraturan lalu lintas, misal harus berhenti di traffic light saat lampu merah; bahwa sepeda boleh melaju berjajar hingga nyaris memenuhi badan jalan. Jika jumlah kendaraan bermotor tidak sebanyak 2-3 dekade lalu (sepeda motor bisa jadi masih dianggap satu kendaraan yang belum semua orang mampu beli), mungkin tidak akan begitu mempengaruhi traffic. Namun, saat hanya dengan uang limaratus ribu rupiah saja orang bisa membawa sebuah sepeda motor pulang ke rumah, bayangkan betapa sesaknya jalan raya dengan kendaraan bermotor.

 

Dan saat sepeda-sepeda itu membuat jalan raya penuh, dengan mudah orang menyalahkan sepeda sebagai biang kerok kacaunya traffic. Tak hanya itu, mereka pun berpikir bahwa jalan raya tidak aman untuk melintas para pesepeda hingga para pesepeda sebaiknya dilarang melaju di jalan raya. Mereka lupa bahwa awal mula sepeda ditemukan untuk moda transportasi, bukan untuk alat olahraga apalagi untuk rekreasi.

 

Mengambil analogi bahwa ruang publik itu tidak aman untuk perempuan sehingga mereka harus dikurung dalam rumah. Ini sama dengan berpikiran bahwa jalan raya itu tidak aman untuk pesepeda sehingga mereka hanya boleh melaju di dalam perumahan.

 

*******

 

Disini, 'komunitas'  BIKE TO WORK INDONESIA memiliki daya tawar kepada pemerintah untuk mengeluarkan UNDANG-UNDANG untuk melindungi para pesepeda. Seluruh warga negara berhak meminta perlindungan dari pemerintah bukan? Yang memanfaatkan sepeda sebagai moda transportasi bukan hanya datang dari masyarakat kelas menengah, namun juga dari kelas atas dan bawah. Warga negara yang hanya mampu mengeluarkan uang maksimal seratus ribu rupiah demi sebuah sepeda yang layak pakai, agar mereka bisa 'mobile' kemana saja tanpa harus membeli BBM, hingga warga negara yang mampu membeli sepeda (lipat) harga puluhan juta rupiah ada yang memilih bersepeda ke tempat mereka beraktifitas sebagai satu lifestyle yang sehat. Mereka layak mendapat perlindungan; negara WAJIB melindungi mereka dari ganasnya jalan raya.

 

Setelah B2W Indonesia 'terjun' ke masyarakat dan mengajak komunikasi pihak yang memiliki otoritas -- pemerintah -- UU lalu lintas no 22 tahun 2009 menyertakan beberapa ayat yang melindungi pesepeda.

 

Pasal 62 ayat (1) pemerintah harus memberikan kemudahan berlalulintas bagi pesepeda.

Pasal 62 ayat (2) pesepeda berhak atas fasilitas pendukung keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran dalam berlalu lintas.

Pasal 106 ayat (2) setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib mengutamakan keselamatan pejalan kaki dan pesepeda.

Pasal 122 ayat (3) Pengendara gerobak atau kereta dorong yang berjalan beriringan harus memberikan ruang yang cukup bagi kendaraan lain untuk mendahului.

 

LAJUR SEPEDA

 

Ide menyediakan lajur sepeda sudah mengemuka sejak sekitar 10 tahun yang lalu. Beberapa kota pun telah menyediakan lajur ini. Sayangnya yang dimaksud sebagai 'lajur sepeda' disini hanyalah 'menggambari permukaan jalan dengan tulisan LAJUR SEPEDA dan gambar sepeda, dan pemanfaatan yang tidak maksimal: membuat pesepeda benar-benar aman dari senggolan kendaraan bermotor. Tidak hanya itu, keberadaan LAJUR SEPEDA ini nampaknya hanya sekedar 'mulut manis' semata karena pada prakteknya, sebagian lajur sepeda itu justru dipakai untuk tempat parkir dan tidak ada tindak lanjut dari pihak yang berwenang untuk mengawasi hal ini.

 

Bukankah sebaiknya mengembalikan kondisi jalan raya seperti dua hingga tiga dekade lalu, memiliki slow lane -- untuk melaju sepeda, atau becak, atau mungkin jika masih ada dokar/andong -- dan fast lane untuk kendaraan bermotor. Slow lane yang tidak hanya sebagian ruas jalan yang permukaannya digambari sepeda dan tulisan LAJUR SEPEDA namun ada pemisah antara fast lane dan slow lane.

 

Jalan raya akan lebih sempit?

 

Apa boleh buat? Masyarakat memiliki pilihan untuk terus menggunakan kendaraan bermotor, kendaraan non motor, atau angkutan umum. Hal ini mudah jika pemerintah memang sungguh-sungguh ingin mengurangi polusi dan ketergantungan pada BBM. Pemerintah tidak perlu susah-susah memikirkan transportasi untuk warga negara yang bisa mereka gunakan setelah meninggalkan rumah hingga mereka mencapai halte angkutan umum terdekat jika angkutan umum dibuat ramah untuk sepeda.

 

Sekian saat lalu viral foto yang membandingkan kondisi satu jalan di Amsterdam; di dekade tujuhpuluhan jalan itu penuh dengan mobil, namun di dekade 2000-an, jalan itu penuh dengan sepeda. Nampak jelas pemerintah Belanda telah berhasil membuat masyarakat beralih ke sepeda (dan angkutan umum) dari kendaraan bermotor.

 

Jangan beralasan "bersepeda di Amsterdam enak, hawanya tidak sepanas di Indonesia." aku pernah melihat foto orang-orang Belanda bersepeda di musim salju, kebayang susahnya melebihi bersepeda di musim kemarau di Indonesia loh. Toh, mereka juga tetap bersepeda kok.

 

 

Aku menyimpulkan tulisan ini menjadi: jalan raya bisa menjadi area aman untuk semua pengguna -- pejalan kaki, pesepeda, maupun mereka yang naik kendaraan bermotor -- jika kita semua menyadari hak dan kewajiban masing-masing. Area perumahan pun bisa menjadi area yang berbahaya untuk pejalan kaki dan pesepeda jika para pengguna jalan tidak mau menghormati hak-hak orang lain.

 

 

PT56 14.41 30-Agustus-2020

Senin, Juli 08, 2013

JALAN RAYA : MILIK SIAPA?

JALAN RAYA : MILIK SIAPA?

JALUR SEPEDA DI KOTA SEMARANG

Dengan semakin semaraknya jalan raya dengan para pesepeda, dan juga rasa ‘iri’ terhadap beberapa kota lain di Indonesia yang telah memiliki jalur sepeda, di tahun 2010 (tanggal 11 April dan 6 Juni 2010) Komunitas B2W (Bike to Work) Semarang mengadakan talk show yang diberi tajuk DESAK PEMERINTAH SEMARANG UNTUK MENYEDIAKAN JALUR SEPEDA DI KOTA SEMARANG. Di talk show yang kedua, Ari Purbono, selaku ketua Komisi B DPRD Jawa Tengah waktu itu (yang juga diajukan sebagai calon wali kota Semarang oleh sebuah Partai Politik) berjanji bahwa jalur sepeda akan segera direalisasikan. Guntur Risyadmoko, salah satu keynote speaker dari Dinas Perhubungan mengiyakan pernyataan ini, paling lambat akhir tahun 2011.

Awal tahun 2012

jalur sepeda di Semarang, foto dijepret 7 Juli 2013

Jalur sepeda akhirnya memang ada di Semarang! Untuk mewujudkan janji menyediakan jalur sepeda, pemerintah memilih Jalan Pemuda, Jalan Pandanaran, Jalan Pahlawan, Jalan Ahmad Yani dan kawasan Simpang Lima, jalan-jalan utama kota Semarang. Jalur sepeda yang ditandai dengan marka garis berwarna kuning, dengan gambar sepeda di tengah-tengah, berada di sisi paling kiri, lebar sekitar satu meter. Jalur sepeda ini bisa didapati di dua jalur yang berlawanan, misal di Jalan Pemuda, di jalur yang menuju arah Utara, maupun di jalur yang menuju arah Selatan.

Akan tetapi ketika ditelusuri, jalur sepeda itu tidak benar-benar bisa dinikmati oleh para pesepeda, karena sering jalur itu justru dipakai untuk parkir mobil maupun motor. Apalagi di Jalan Pandanaran dimana terletak toko-toko yang berjualan makanan oleh-oleh asli Semarang. Di depan toko-toko tersebut, tak lagi terlihat jalur sepeda, karena dipenuhi dengan mobil yang berderet parkir.

Maka kemudian muncul tuduhan bahwa jalur sepeda ini akan mematikan ladang rezeki tukang parkir. Atau menyulitkan para pemilik usaha untuk menyediakan lahan parkir karena terbatasnya ruang yang ada.

Jika kemudian jalur sepeda itu tidak benar-benar dimanfaatkan untuk melajunya para pesepeda, lantas untuk apakah jalur sepeda itu disediakan? Hanya sekedar untuk menghamburkan uang rakyat? Lalu bagaimana menyelesaikan masalah parkir?

REBUT RUANG KOTA

Mulai pertengahan tahun 2010, ada gerakan “menyepedakan masyarakat” dengan jargon REBUT RUANG KOTA! Tidak jelas siapa yang melontarkan ide yang menggunakan istilah “critical mass” ini. Di Semarang event ini disebut “Semarang Critical Mass Ride” yang dilaksanakan setiap hari Jumat terakhir tiap bulan. Para pesepeda berkumpul di Jalan Pahlawan pukul 19.00 dan kemudian bersepeda bersama-sama keliling kota, sesuai rute yang dipilih pada hari itu.

nite ride 30 Juli 2010

Sesuai dengan jargonnya, gerakan ini konon diharapkan akan mampu merebut ruang kota hanya untuk para pesepeda, tak lagi ada tempat untuk mereka yang menaiki kendaraan bermotor. Di awal penyelenggaraannya, ratusan pesepeda yang hadir benar-benar memenuhi badan jalan di seluruh rute yang dilewati, hingga tak menyisakan tempat bagi pengguna jalan lain, tanpa ada “road captain” yang memimpin, tanpa “marshall” yang mengawasi para pesepeda, juga tanpa “sweeper” yang mengecek apakah ada peserta yang ketinggalan.

Bisa dibayangkan betapa kesalnya para pengguna jalan lain jika melihat kearoganan ini. Bukankah jalan raya itu milik bersama? Para pengendara kendaraan bermotor, pesepeda, juga pejalan kaki? Alih-alih menarik orang untuk beralih naik sepeda dan meninggalkan kendaraan bermotor mereka, justru gerakan “rebut ruang kota” ini akan membuat orang tak simpatik dengan para pesepeda. Akibatnya mereka akan tetap berkendaraan bermotor, tetap membutuhkan bahan bakar yang bakal habis satu saat nanti, dan terus menyebabkan polusi udara.

Sekitar dua tahun kemudian, “Semarang Critical Mass Ride” tak lagi ada pengikutnya. Entah mengapa.

JALUR SEPEDA DI PURWOKERTO

Bulan Maret 2013 aku dan Ranz berkesempatan gowes di kota Purwokerto, dalam rangkaian bikepacking Solo – Purwokerto. Kita sangat terkesan dengan jalur sepeda yang ada disana. Di salah satu jalan utamanya, Jalan Jendral Sudirman, kita dapati jalur sepeda hanya di satu sisi. Di jalan yang sama, di jalur yang berlawanan arah, di sisi paling pinggir kiri digunakan untuk parkir kendaraan bermotor. Maka, tak ada kendaraan bermotor yang menghalangi pesepeda menggunakan jalur yang disediakan buat mereka. Di beberapa tempat, kita menemukan poster yang bertuliskan “keselamatan jalan tanggung jawab kita semua; beri kesempatan pesepeda menggunakan lajurnya.”

beri kesempatan pesepeda menggunakan lajurnya

Ini adalah ide yang bagus untuk diterapkan di kota Semarang, mungkin juga di kota-kota lain. Jalur sepeda tetap ada dan dimanfaatkan oleh para pesepeda; lahan parkir di satu jalan pun tetap ada sehingga tidak mematikan ladang rezeki para tukang parkir. Para pengendara kendaraan bermotor pun tidak perlu bingung mencari tempat parkir.

PENUTUP

Undang-undang Republik Indonesia nomor 22 tahun 2009 pasal 106 ayat 2 menjelaskan bahwa “Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor wajib mengutamakan pejalan kaki dan pesepeda.” Ayat ini jelas mengatakan bahwa jalan raya itu milik semua yang menggunakannya, para pengendara kendaraan bermotor, pesepeda, juga pejalan kaki.

Dalam prakteknya, meski UU ini disahkan empat tahun lalu, ayat tersebut kurang dikenal masyarakat dengan bukti masih banyak ditemukan arogansi para pengendara kendaraan bermotor kepada para pesepeda, juga pejalan kaki. Sebagai seorang praktisi bike-to-work maupun pehobi bikepacking, terlalu banyak pengalaman tersingkirkan di jalanan, demi keselamatan diri dikarenakan hanya dipandang sebelah mata oleh pengguna jalan lain. Namun, tetap, semua orang berhak menggunakan jalan raya bersama-sama, dan saling menghormati pengguna jalan lain.

Nana Podungge
seorang bike-to-worker dan bikepacker


PT56 19.00 070713

Senin, Juni 25, 2012

B2w : what on earth is that?



“Dan mimpinya mengajak para biker yang sedang populer di Indonesia untuk tidak hanya bike to work tapi juga bike for public health.” (Cerpen “Cafe Kharqar” dalam buku KumCer “Perempuan Kopi” halm. 119)

“Aku sudah keep contact dengan beberapa perkumpulan biker di Makassar, Kupang, dan Jayapura. ... Dan penambahan kapasitas isu kesehatan masyarakat pada komunitas ini, saatnya para biker akan menjadi relawan kesehatan masyarakat.” (Cerpen “Cafe Kharqar” dalam buku KumCer “Perempuan Kopi” halm. 120)

Aku hanya bisa menyalahkan diri ketika membaca cerpen ini SETELAH menghadiri acara bincang-bincang buku besutan Dewi Nova ini. Jelas terlihat kesalahan memandang dan memahami istilah ‘bike to work’. If only I had read if before attending the Book Discussion, I could have asked DN to explain what she meant by those statements in her short story, “mengajak para biker untuk bike for public health, tidak hanya bike to work.”

Bagi para simpatisan bike to work yang mungkin rajin atau pun hanya sesekali berkunjung ke web b2w Indonesia di B2w Indonesia mungkin pernah membaca postingan Om Poetoet yang diberi judul “Kelirumologi @ b2w-indonesia”. Salah satu point yang dibahas adalah bahwa b2w-Indonesia dianggap sebagai sebuah klub sepeda. Jika kuhubungkan dengan kalimat DN di atas, para “anggota” klub b2w hanya peduli pada bike to work? Dan tidak peduli bike for public health?

B2w bukanlah sebuah klub sepeda; klub biasanya bersifat eksklusif dimana ada ‘prosedur tertentu’ yang harus dilalui oleh seseorang untuk bergabung menjadi anggota. ‘Gerakan’ b2w sebenarnya lebih mengacu ke gerakan moral yang tujuannya adalah ‘menyepedakan masyarakat’ dalam kegiatan mereka sehari-hari. Istilah b2w tidak secara eksklusif berarti ‘bersepeda ke kantor’ – di ‘bawah’ b2w, kita juga memiliki b2c alias bike to campus dan b2s alias bike to school untuk menampung para siswa atau pun mahasiswa yang ingin bergabung dengan b2w namun mungkin merasa bahwa going to school maupun going to campus itu tidak sama dengan going to work.

Maka b2w berarti bersepeda kemana pun kita pergi dalam melaksanakan aktifitas harian kita, tidak hanya bersepeda ke kantor, ke sekolah, maupun ke kampus. Ketika aku naik sepeda ke rumah sakit menengok keponakanku, atau pun ke toko buku, ke rumah makan, dll, semua kegiatan itu – selama aku tetap naik sepeda – bisa diakukan sebagai kegiatan b2w.

RELAWAN

Berbicara tentang relawan, semua ‘pengurus’ di komunitas b2w mana pun adalah relawan. Ketika kita mengadakan event apa pun, tak satu pun dari kita mendapatkan bayaran, keluar duit dari kantong pribadi jelas mungkin banget. ‘Bayaran’ yang mungkin setimpal adalah mendapatkan kepuasan berkumpul bersama para simpatisan b2w, mendapatkan teman yang lebih banyak, mereka yang care pada lingkungan.

Relawan kesehatan masyarakat? (seperti yang ditulis oleh DN dalam cerpennya)
Ini berarti mereka yang bekerja untuk kesehatan masyarakat melakukannya dengan bersepeda. :)
 
Dalam kesimpulan tulisannya Om Poetoet menulis bahwa b2w adalah gerakan moral yang lahir dari keprihatinan akan kemacetan, pemborosan energi dan meningkatnya polusi yang akan berakibat pada degradasi kecerdasan dan mental manusia. Jika ‘keprihatinan akan kemacetan’ ditulis di urutan pertama tentu karena Om Poetoet bertempat tinggal di daerah yang tingkat kemacetannya cukup tinggi. Aku tinggal di Semarang yang macetnya tak seberapa sehingga aku tidak menempatkan masalah kemacetan pada alasan pertama untuk berbike-to-work, melainkan mengurangi ketergantungan pada BBM.

Dikarenakan b2w merupakan gerakan moral – meski memiliki struktur organisasi untuk memudahkan melaksanakan event-event untuk lebih memasyarakatkan b2w ketika meminta sponsor ke instansi-instansi terkait misalnya – maka keanggotaan pun bersifat cair. Tak ada syarat tertentu yang HARUS dilakukan oleh seseorang jika dia ingin bergabung bersama Komunitas b2w. Jika di awal berdirinya b2w Semarang dulu ada penjualan starter pack – berisi bike tag dan sticker – itu hanya dalam rangka mencari dana untuk melakukan beberapa event yang pernah kita adakan.

Siapa pun yang peduli pada lingkungan dengan mengurangi ketergantungan pada penggunaan kendaraan bermotor dan menggunakan sepeda sebagai moda transportasi dalam kegiatan sehari-hari – yang artinya bersepeda tidak hanya karena ada event funbike maupun bersepeda di akhir pekan saja  -- bisa dikategorikan sebagai seorang bike-to-worker, tidak penting apakah dia menggantungkan bike tag atau tidak di bawah sadel sepedanya. :)
 
Mari bersepeda kawan, demi kesehatan pribadi maupun kesehatan masyarakat, demi menghemat penggunaan BBM untuk kelangsungan hidup anak cucu kita di masa datang, agar bumi kian hijau.

Salam gowes forever!
Nana Podungge
Praktisi b2w
PT56 22.30 240612

Tulisan Om Poetoet bisa dibaca di link ini. :) 

Beberapa komen yang muncul di lapak sebelah, yang harus kuungsikan kesini. 

orangjava wrote on Jun 25
Kalau disini artinya sepeda motoran....
kalau bersepedahan disini FF Fahrradfahrer....
afemaleguest wrote on Jun 25
orangjava said
Kalau disini artinya sepeda motoran....
kalau bersepedahan disini FF Fahrradfahrer....
kata 'biker' memang sebenarnya lebih mengacu ke mereka yg naik motor besar, sebangsa HD, tapi kalo istilah bike-to-work ya berarti mereka yang naik sepeda (bukan motor) ke tempat mereka beraktifitas
martoart wrote on Jun 25
ya, kenapa g pake istilah cyclist? lebih satu arti. dan deket dengan 'Sikil' alat utama manusia biar sepeda bisa gerak.
afemaleguest wrote on Jun 25
martoart said
ya, kenapa g pake istilah cyclist? lebih satu arti. dan deket dengan 'Sikil' alat utama manusia biar sepeda bisa gerak.
istilah 'bike-to-work' nampaknya adalah istilah yang telah mendunia Kang, yang memang dimaksudkan ke mereka yang bersepeda ke tempat mereka beraktifitas. para praktisi bike-to-work, sepertiku, biasanya disebut sebagai 'b2wer' alias bike-to-worker

dari sini saja bisa dikatakan bahwa apa yang ditulis oleh Dewi Nova (beberapa kalimat yang kukutip dari cerpen DN) itu sudah salah, karena dia menyebut 'biker'.

aku lebih menggunakan istilah 'b2wer, atau cyclist untuk diri sendiri.
onit wrote on Jun 25
mbak.. aku bbrp hari yg lalu pas lagi nyepeda ke kantor ada motor di depanku yg ngegas2 gitu.. uhuk uhuk batuk berat.. dah gitu dia kayak sengajain pelan2 (biasa di sini anak 16thn baru boleh naik motor jadi suka show off) di depanku.. dan aku terus uhuk2..

jadi bayangin.. kalo nyepeda di semarang (dan kota2 lain tentunya) motor yg pelan2 di depan kita kan gak cuma satu, tapi banyak.. mbak nana udah terbiasa kah?
afemaleguest wrote on Jun 25
onit said
mbak.. aku bbrp hari yg lalu pas lagi nyepeda ke kantor ada motor di depanku yg ngegas2 gitu.. uhuk uhuk batuk berat.. dah gitu dia kayak sengajain pelan2 (biasa di sini anak 16thn baru boleh naik motor jadi suka show off) di depanku.. dan aku terus uhuk2..

jadi bayangin.. kalo nyepeda di semarang (dan kota2 lain tentunya) motor yg pelan2 di depan kita kan gak cuma satu, tapi banyak.. mbak nana udah terbiasa kah?
Onit,
kalau perjalanan jauh -- misal antar kota -- aku memang selalu menggunakan masker, tapi kalau hanya ke kantor, engga sih. dan so far, aku oke-oke aja tuh, ga sampe uhuk-uhuk.

catatan, jika harus berhenti di traffic light, aku akan berada di depan baris terdepan, jadi ga perlu menghirup asap yang keluar dari knalpot
onit wrote on Jun 25

Mari bersepeda kawan, demi kesehatan pribadi maupun kesehatan masyarakat, demi menghemat penggunaan BBM
maunya ngutip ini hehe.. utk komenku sblmnya..

krn gimana kalo mau sehat tapi banyak polusi?

ada masker kah?
afemaleguest wrote on Jun 25
onit said
maunya ngutip ini hehe.. utk komenku sblmnya..

krn gimana kalo mau sehat tapi banyak polusi?

ada masker kah?
yang aku maksud sebagai 'kesehatan pribadi dan kesehatan masyarakat' memang masih utopis, yakni ketika lebih banyak orang yang bersepeda dari pada naik kendaraan bermotor.

tapi aku pernah membaca tulisan seorang dokter yang mengatakan meski kita menghirup udara yang terpolusi, namun karena di jalan kita terus bergerak, maka udara yang masuk ke jantung pun terfilter dengan sendirinya. :)
rembulanku wrote on Jun 25
lanjot terus mbak Nana :D
ga juga fun tapi menyehatkan
bukan cuman buat b2wer thok tapi juga buat yang lain
*pan ga pake polusi* hehehhe
afemaleguest wrote on Jun 26
lanjot terus mbak Nana :D
ga juga fun tapi menyehatkan
bukan cuman buat b2wer thok tapi juga buat yang lain
*pan ga pake polusi* hehehhe
hari-hari terakhir ini keponakanku masuk rumah sakit, aku njenguk setiap hari naik sepeda, ternyata gratis ga bayar parkir, lha kalo parkir sepeda motor, satu jam seribu rupiah je, padahal aku nungguin adikku -- yang nungguin anaknya -- sehari bisa sepuluh jam, lumayan ngirit sepuluh ribu rupiah sehari

hehehehe
onit wrote on Jun 26
hari-hari terakhir ini keponakanku masuk rumah sakit, aku njenguk setiap hari naik sepeda, ternyata gratis ga bayar parkir, lha kalo parkir sepeda motor, satu jam seribu rupiah je, padahal aku nungguin adikku -- yang nungguin anaknya -- sehari bisa sepuluh jam, lumayan ngirit sepuluh ribu rupiah sehari

hehehehe
hehe.. di mana2 parkir sepeda gratis ya mbak..
di sini juga, biarpun sepeda udah bejibun bun bun.. tetep aja gratis. bahkan yg pake secure lock pun. di pusat kota pun gratis.. sementara parkir mobil mahal bgt, 10euro itu belum seharian lho -_-;;

yg bayar cuma locker sepeda di stasiun, buat org yg bener2 pengen merasa aman dari pencurian. jadi kayak lemari2 gede gitu, ada kuncinya, sepedanya dimasukin. tapi maklum lah bayar. kan locker koper/tas juga pada bayar :)
afemaleguest wrote on Jun 27
onit said
hehe.. di mana2 parkir sepeda gratis ya mbak..
di sini juga, biarpun sepeda udah bejibun bun bun.. tetep aja gratis. bahkan yg pake secure lock pun. di pusat kota pun gratis.. sementara parkir mobil mahal bgt, 10euro itu belum seharian lho -_-;;

yg bayar cuma locker sepeda di stasiun, buat org yg bener2 pengen merasa aman dari pencurian. jadi kayak lemari2 gede gitu, ada kuncinya, sepedanya dimasukin. tapi maklum lah bayar. kan locker koper/tas juga pada bayar :)
engga semua gratis sih, misal ke Gramed Pandanaran, Supermarket ADA, tetap bayar :)

tapi itu ide bagus juga jika memberlakukan parkir mobil mahal banget, biar orang berpikir dua kali untuk naik mobil ke tempat-tempat umum, meski mungkin ga akan terlalu ngaruh :) secara, orang yang naik mobil kan biasanya kaya, ga keberatan kali bayar parkir mahal, hehehe ...

btw, sebenarnya para cyclist sepertiku ga keberatan sih bayar parkir, asal perlakuannya pun oke. kadang karena kita parkir ga bayar, para tukang parkir sok banget, memperlakukan kita seenak udelnya sendiri :'(
onit wrote on Jun 27
btw, sebenarnya para cyclist sepertiku ga keberatan sih bayar parkir, asal perlakuannya pun oke. kadang karena kita parkir ga bayar, para tukang parkir sok banget, memperlakukan kita seenak udelnya sendiri :'(
*manggut2* memperlakukannya gimana? contoh?

iya sih di sini gak ada tukang parkir. yg ada cuma satpam yg tugasnya menjaga dari maling aja..
afemaleguest wrote on Jun 27
contoh:
beberapa tahun yg lalu pertama kali aku ke ADA naik sepeda, waktu masuk tempat parkir, dengan ketus si tukang parkir bilang, "sepeda ga boleh masuk! taruh saja di situ!'" sambil nunjuk satu tempat yg tidak buat parkir.

beberapa minggu/bulan kemudian aku ke ADA lagi naik sepeda, kali ini si tukang parkir dengan nada ketus bilang, "kalau mau masuk tempat parkir, harus bayar!"

"ya iyalah aku juga mau bayar!" jawabku.

kemudian si tukang parkir tiba2 menjadi ramah.

:-D
onit wrote on Jun 27
"ya iyalah aku juga mau bayar!" jawabku.

kemudian si tukang parkir tiba2 menjadi ramah.

:-D
huehehe.. ntar kalo ada yg ke situ pake sepeda harga 15jt gimana yak? :p
afemaleguest wrote on Jun 28
menurutku masih banyak orang ga tahu kalo harga sepeda bisa lebih mahal dari motor bahkan mobil
hahaha

Rabu, Juni 20, 2012

LAPORAN SARASEHAN B2W INDONESIA Korwil DIY Jateng 16-17 JUNI 2012

 
foto bersama di ruang rapat 1 Kabupaten Jepara

LAPORAN SARASEHAN B2W INDONESIA 16-17 JUNI 2012

Tema: Menuju Terciptanya Kualitas Hidup yang Lebih Baik dengan Bersepeda

Setelah berhasil mengumpulkan beberapa koordinator wilayah b2w Jateng dan DIY pada tahun 2011 di Jogja, tahun ini b2w Indonesia mengadakan gathering lagi. Kali ini yang ‘ketiban sampur’ sebagai tuan rumah adalah komunitas b2w Jepara yang katanya usianya masih sangat muda. Meskipun masih sangat muda usia, penyambutannya sungguh luar biasa. Beberapa korwil b2w yang mengirim wakilnya ke Bumi Kartini misalnya Kudus, Semarang, Ungaran, Pemalang, Blora, Solo dan Jogja. Sayang ada beberapa kota di Jawa Tengah yang sudah memiliki komunitas b2w belum atau tidak sempat mengirimkan wakilnya, misal Salatiga dan Batang.

Sabtu 16 Juni 2012

Acara dimulai mungkin sekitar pukul 14.00 setelah makan siang. Setelah pembukaan, Bapak Fatkurrahman – Ketua 1 b2w korwil Jepara – memberikan sambutan. Dia menjelaskan bahwa komunitas b2w Jepara didirikan dengan mengumpulkan klub-klub sepeda yang telah ada di Jepara. Para anggota klub-klub sepeda tersebut setuju untuk bersama-sama mendirikan komunitas b2w korwil Jepara. Berbeda dengan sejarah berdirinya b2w Semarang, yang dimulai dari berkumpulnya beberapa gelintir orang yang concerned atas mahalnya harga BBM dan polusi udara. Sebagian kebetulan memang punya hobi bersepeda, sebagian yang lain – misalnya aku – karena panggilan jiwa demi lingkungan yang lebih sehat.

Acara berikutnya adalah diskusi panel yang dibagi menjadi dua sesi. Yang pertama paparan dari Om Poetoet sebagai wakil dari b2w pusat dan dimoderatori oleh Pakde Jimo. Sesi kedua diisi dengan diskusi para peserta sarasehan yang dibagi menjadi tiga kelompok.

Om Poetoet menyampaikan bahwa pada bulan Juli 2012 b2w pusat akan mengadakan pemilihan pengurus baru dimana masing-masing korwil ikut dilibatkan dengan mengirimkan satu suara. Sedangkan tujuan diskusi panel adalah mencari cara untuk “menuju terciptanya kualitas hidup yang lebih baik dengan bersepeda”.

Dalam paparannya, Om Poetoet menjelaskan pentingnya ‘comprehensive strategic management’ untuk organisasi dan perlunya mensinkronkan kemampuan organisasi dan kenyataan. Berikut ini adalah analisis SWOT b2w Indonesia:

STRENGTH: di Indonesia telah ada komunitas b2w di 149 kota yang tersebar di pulau Jawa, Sumatra, Kalimantan, dll.

WEAKNESS: dari semua komunitas b2w di 149 korwil kita memiliki anggota dengan keberagaman latar belakang, selain itu juga masalah sukarelawan untuk terus terlibat dalam kegiatan organisasi

OPPORTUNITY:
  1. Isu yang dibawa oleh b2w adalah isu yang selalu hangat, yakni polusi udara, hemat penggunaan bahan bakar minyak, kemacetan (terutama di kota-kota besar) serta bagaimana melestarikan lingkungan hijau
  2. Isu b2w (baca è bersepeda dalam kegiatan sehari-hari, tidak hanya ke kantor semata) merupakan isu global di banyak negara, tidak hanya di Indonesia
  3. Masyarakat mulai perhatian pada isu kesehatan di tengah tingginya biaya hidup
  4. UU no. 22 tahun 2009
THREAT:
  1. Aktifitas oknum “tukang sapu” yang menyulitkan gerakan b2w Indonesia (alias para ‘pembonceng’ ilegal  yang menggunakan nama b2w Indonesia demi kepentingan organisasi pribadi)
  2. Kebijakan hemat energi dan pembatasan kendaraan masih dalam tataran wacana
  3. Infrastruktur pendukung transportasi alternatif masih sangat minim
Usai Om Poetoet memaparkan SWOT b2w, kita beristirahat sejenak, coffee break. Sesi kedua, peserta dibagi menjadi tiga kelompok. Kebetulan aku termasuk kelompok dua, dimana anggotanya adalah aku (Semarang), Ranz (Solo), Cipluk (Kudus), dan tujuh anggota lain berdomisili di Jepara. Dalam diskusi, untuk menuju kualitas hidup yang lebih baik dengan bersepeda, kita berbincang untuk menemukan tiga hal yang akan disampaikan kepada b2w pusat.

CAMPAIGN:

Bagaimana kita bisa mengkampanyekan ‘hidup sehat dengan bersepeda’ agar kualitas hidup kita lebih baik? Kita sendiri tentu lah harus menjadi pelopor. Kita harus bersepeda untuk menjadi contoh bagi lingkungan kita. Setelah itu, barulah kita bisa berusaha untuk mengajak orang lain untuk ikutan bersepeda, dengan menyampaikan manfaat bersepeda. Beberapa peserta diskusi kelompok 2 bercerita bahwa kegiatan bersepeda mereka terbukti mampu menanggulangi – atau paling tidak mengurangi dampak negatif – beberapa penyakit, misal asam urat, sesak nafas, bahkan juga diabetes.

SOCIAL:

Kadang ketika kita mengajak orang lain untuk bersepeda, mereka memiliki alasan untuk menolak. Misal: tidak punya sepeda. Untuk alasan ini, kita bisa meminjamkan sepeda kita (tentu saja hanya berlaku untuk mereka yang memiliki sepeda lebih dari satu di rumah).  Alasan lain mungkin teman kita beralasan bahwa mereka memiliki sepeda namun telah tak layak pakai karena telah lama ‘ndongkrok’ di rumah. Maka, perbaikilah sepeda itu, dengan harapan jika kita memberikan servis gratis, teman kita akan bersemangat ikut bersepeda.

Atau berikanlah bike tag gratis. Di Semarang, beberapa tahun lalu, ketika kita kampanye, kita mengadakan event gowes bareng dengan komunitas lain – Semarang Onthel Community (SOC) dan Semarang Low Rider Community (SLOWLY) – dan kita bagi-bagi bike tag gratis. Pengalaman pribadiku ketika awal-awal bersepeda ke kantor, aku merasa ‘gagah’ dengan adanya bike tag ‘b2w bersepeda ke kantor’. (maklum, masih kena penyakit ‘ja-im’ waktu itu. Hihihi ...) Merasa layak menyandang predikat ‘pahlawan lingkungan. LOL. Maka bagi-bagi bike tag gratis ini – dan langsung kita pasangkan – menjadi acara yang sangat menyenangkan, bagi yang membagi, maupun yang menerima. Jika bike tag ini menambah semangat orang untuk bersepeda, why not? :)

EDUCATION:

Naik sepeda sebenarnya tidak sulit dilakukan; bahkan anak kecil pun mampu melakukannya dengan mudah. Akan tetapi jika berbincang tentang endurance, maka ada beberapa hal yang harus kita perhatikan. Misal, kapan kita perlu memindah shifter, pada permukaan jalan yang seperti apa kita perlu memindah shifter agar kita tidak terlalu ngoyo ketika mengayuh pedal, pentingnya menentukan tinggi seat-post agar kayuhan tidak melelahkan bagi dengkul maupun betis, dll. Hal-hal ini bisa kita tularkan kepada rekan-rekan pesepeda yang lain ketika kita bersepeda bersama. Akan tetapi, meskipun ada hal-hal standard yang biasanya dipraktekkan oleh umumnya orang bersepeda, ketika kita bersepeda, tentu semua kembali ke cara seorang individu bersepeda, yang penting adalah cara ternyaman bagi dia sendiri tatkala mengayuh pedal.

Selain itu, tentu kita juga perlu mensosialisasikan ‘safety riding’ dalam bersepeda: mengenakan helm, menggunakan lampu ketika bersepeda di malam hari, sepeda dalam kondisi prima ketika dinaiki dan membawa peralatan yang mungkin diperlukan dalam perjalanan (apalagi jika menempuh perjalanan jarak jauh) serta tidak lupa mematuhi rambu lalu lintas yang ada.

Advokasi:

B2w Indonesia telah berhasil mengupayakan adanya UU no 22 tahun 2009 tentang pentingnya berbagi jalan dengan para pesepeda. Di masa datang, b2w Indonesia mengharapkan bahwa kita akan mampu meminta pemerintah untuk menyediakan fasilitas umum yang lebih baik dan aman bagi para pesepeda; misal jalur sepeda yang lebih merata di banyak daerah dan perlindungan terhadap pesepeda, pemerintah negara meminta para pengelola bisnis maupun kantor pemerintahan untuk menyediakan tempat parkir sepeda yang layak dan aman.

Sesi dua diskusi panel di Hotel Samodra ditutup pada pukul 17.30. Saat para peserta mandi dan beristirahat sejenak.
Pukul 19.00 rombongan peserta bersama-sama berangkat menuju pendopo Kabupaten Jepara untuk makan malam bersama bapak Bupati dan mendengarkan paparan potensi daerah wisata dan trek untuk bersepeda di Jepara. Pulau Karimun Jawa yang merupakan bagian dari Kabupaten Jepara memang memiliki potensi untuk menarik wisatawan baik dalam maupun luar negeri untuk menikmati keindahan pantai dan lautnya yang luar biasa, dan juga trek bersepeda yang mengasyikkan.

Usai mendengarkan paparan potensi daerah Jepara, acara dilanjutkan dengan mendengarkan hasil diskusi kelompok 1 dan 3 yang belum mendapatkan kesempatan untuk menyampaikan hasil diskusi kelompok mereka pada sesi dua di Hotel Samodra.

Acara hari Sabtu 16 Juni 2012 ditutup pada pukul 22.00, sesuai rencana, dengan foto bersama.

Minggu 17 Juni 2012

Hari kedua diisi dengan kegiatan bersepeda bersama Bapak Bupati beserta jajarannya. Semua peserta yang menginap di Hotel Samodra sudah harus meninggalkan hotel sekitar pukul 06.00 untuk bersama-sama menuju pendopo Kabupaten sebagai starting point.

Trek pilihan panitia lumayan mengasyikkan, tercatat kurang lebih sekitar 30 kilometer dengan permukaan jalan yang bervariasi, dataran, tanjakan dan turunan. Dari alun-alun kita menuju Krapyak – Mantingan – Tegalsambi – Platar – Teluk Awur (disini kita diberi waktu beberapa menit untuk mengambil gambar) – Stadion Gelora Bumi Kartini (disini kita mendapatkan minum dan roti pengganjal perut) – Sentra Patung Mulyoharjo – Pantai Bandengan – Pantai Kartini. Kita kembali ke hotel sekitar pukul 09.45 dan langsung disambut dengan menu ‘brunch’ yang enak-enak.

 
foto bersama di pinggir pantai Bandengan

Usai makan, masing-masing korwil diminta untuk memberikan pesan dan kesan yang didapatkan selama mengikuti gathering ‘sarasehan b2w Indonesia tahun 2012’. Bukan manusia hidup namanya jika tanpa kekurangan disana sini. Namun, in general, pelaksanaan gathering ini sangat menyenangkan. B2w Jepara yang dikomandani oleh Om Andang telah berusaha secara maksimal untuk menjamu rekan-rekan dari korwil lain.

Pukul 12.00 para peserta check out dan kembali ke kota masing-masing.

Sampai ketemu tahun depan, kawan pesepeda!

Nana Podungge
Sekretaris 1 b2w Semarang
PT56 12.00 200612

Selasa, Januari 17, 2012

Jalur Sepeda di Semarang

Dan satu kali aku dikejutkan dengan postingan sebuah foto di grup 'b2w Semarang' maupun 'Komselis' yang menunjukkan bahwa JALUR SEPEDA telah hadir di kotaku tercinta, Semarang!

jepretan Mas Budenk
Rasa haru segera meruak karena aku teringat usaha Komunitas b2w Semarang untuk 'mendesak' pemerintah kota untuk menyediakan jalur sepeda, demi keamanan pesepeda di Semarang -- me included for sure -- ketika bersepeda, baik ketika sedang bike to work (alias berangkat kantor naik sepeda) maupun ketika sedang berolahraga di akhir pekan. Pertama, kita mengadakan TALK SHOW JALUR SEPEDA pada tanggal 11 April 2010 yang ktia selenggarakan di halaman depan McD Mall Ciputra. (Check the link at http://nana-podungge.blogspot.com/2010/04/jalur-sepeda-please.html ) Talk show yang kedua kita selenggarakan pada tanggal 6 Juni 2010 di halaman kantor koran Kompas di Jalan Menteri Supeno.

spanduk yang b2w Semarang buat di tahun 2010
WOW! akhirnya impian para pesepeda Semarang pun terwujud.
AKAN TETAPI ...
Ternyata nampaknya apa yang dikatakan oleh seorang online buddy di FB yang tinggal di Bandung tentang jalur sepeda di Bandung pun terulang di Semarang. :( Jalur sepeda yang tersedia tidak digunakan sebagaimana mestinya. You can guess by the very first picture I posted above. Jalur sepeda yang telah disediakan oleh pemerintah kota Semarang di sepanjang Jalan Pandanaran, seputaran Simpanglima dan Jalan Pahlawan hanyalah hiasan belaka.
Pemerintah kota Semarang tidak serius menyediakan jalur sepeda demi keamanan pesepeda? Sang wali kota sekarang hanyalah mengejar pencitraan semata?

sebuah mobil berplat merah diparkir di jalur (supposed to be) sepeda
Hari Senin 16 Januari 2012 untuk pertama kali aku berbike-to-work ke kantorku yang 'baru' yakni di Jalan Majapahit (tepatnya di daerah Gayamsari) sekitar pukul setengah lima sore. Sepanjang jalan Pandanaran yang telah ada jalur sepeda mungkin tidak sampai 25% dari sepanjang jalan itu yang bisa benar-benar kulewati dengan naik sepeda dengan tenang. 75% dari seluruh jalur ditempati oleh mobil-mobil parkir. :( Demikian juga di seputar Simpanglima. Apalagi ketika aku pulang sekitar pukul setengah delapan malam. Bisa dikatakan hampir 90% di 'jalur sepeda' di kawasan Simpanglima dipenuhi mobil-mobil parkir.
Karena lahan parkir tidak tersedia? Para penyedia bisnis tidak paham apa arti 'jalur sepeda'? Ataukah mereka tidak peduli dengan adanya jalur sepeda?

Berapa banyak dana yang telah dikeluarkan oleh pihak pemerintah kota untuk mengecat jalan-jalan tersebut dan para pesepeda tetap terjepit di sela-sela kendaraan bermotor?
Rasa haruku berubah menjadi satu kesedihan. :'(

Nana Podungge
seorang b2wer Semarang
GL7 15.45 17/01/2012

Komen dari lapak sebelah

orangjava wrote on Jan 17
Disini bisa dihajr sama yang naik sepeda....itu namanya kurang ajar dan bisa didenda tinggi....Buta Huruf tuh orang mana pegawai negeri...
afemaleguest wrote on Jan 17
orangjava said
Disini bisa dihajr sama yang naik sepeda....itu namanya kurang ajar dan bisa didenda tinggi....Buta Huruf tuh orang mana pegawai negeri...
aaahhh ...
I wish I could just crash those cars ...
hikkkssss
orangjava wrote on Jan 17
aaahhh ...
I wish I could just crash those cars ...
hikkkssss
stone-throwing!!!!!!!
afemaleguest wrote on Jan 17
orangjava said
stone-throwing!!!!!!!
yeah ... itulah yang ingin kulakukan :'(
orangjava wrote on Jan 17
yeah ... itulah yang ingin kulakukan :'(
Do It for Your RIGHT.......
srisariningdiyah wrote on Jan 17
ini udah ada di berita di televisi beberapa waktu lalu deh, tentang jalur sepeda khusus di semarang
afemaleguest wrote on Jan 17
Jeng Ari,
waduuuhhh aku ga nonton tipi
beritanya bagus atau jelek ya?
onit wrote on Jan 17, edited on Jan 17
mbak nana, kalo di sini jalur sepeda ada 2 jenis:
1) yg sebelahan dgn trotoar, ada pembatasnya
2) yg di atas aspal (seperti yg ada di semarang)

biasanya no.2 terletak di jalan2 sepi (daerah perumahan, jalannya sempit2), dan emang buat mobil parkir. kalo ada yg parkir sih biasanya aku meliuk aja ke bagian yg dilewati mobil, dgn aman krn biasanya gak banyak mobil.

nah, pada kasus di semarang, itu terletak di jalan lebar, tapi ada tandanya p dicoret tak? kalau ada tandanya p dicoret, maka berarti mobil itu melanggar si tanda dilarang parkir. kalo gak ada, mustinya sah2 aja si mobil parkir di situ, karena itu bagian dari aspal (badan jalan).

tambahan: lain halnya kalo mobil itu berjalan. gak boleh di atas jalur sepeda.
afemaleguest wrote on Jan 18
onit said
1) yg sebelahan dgn trotoar, ada pembatasnya
aku ingat ketika aku masih duduk di bangku SMA -- tahun lapan puluhan -- di beberapa ruas jalan kota Semarang memiliki slow lane yang ada pembatasnya, misal di Jalan Pandanaran, Jalan Sugiyopranoto, Jalan Pemuda, Jalan Indraprasta, Jalan Mataram, dll ...

aku ingat waktu masih SMA dulu -- sebelum bokap membelikanku sepeda motor -- aku kadang jalan kaki sepulang sekolah, maka aku berjalan sepanjang Jalan Pemuda dan Jalan Sugiyopranoto, aku merasa aman karena ada pembatas.

aku lupa kapan 'pembatas' itu mulai hilang untuk memperlebar jalan raya. Sekarang yang masih ada di Jalan Indraprasta dan sepanjang Jalan Mataram, namun as you can guess, jalur itu tak lagi bisa dipakai oleh pejalan kaki ataupun pesepeda karena dipakai parkir mobil, motor, dll. di sore hari, jalur itu dipenuhi pedagang kaki lima ...

jika memang pemerintah serius ingin mengembalikan slow lane yang khusus untuk pejalan kaki dan pesepeda, lakukan dengan sesungguh hati dong, ga cuma menggambar jalan dan tidak melakukan hal-hal lain, misal sosialisasi, pengawasan, dll.

waktu b2w Semarang mengadakan talk show tahun 2010 lalu kita sadar penuh bahwa bisa jadi jalur sepeda itu akan mengurangi pendapatan para 'tukang parkir yang mungkin liar' karena mereka tak lagi bisa mendapatkan pendapatan dari menjadi tukang parkir, but, kembalikan lagi kepada pemerintah how to solve it. jangan hanya untuk pencitraan menggambari jalan untuk seolah-olah menunjukkan ada jalur sepeda but then doing nothing more.
afemaleguest wrote on Jan 18
onit said
biasanya no.2 terletak di jalan2 sepi (daerah perumahan, jalannya sempit2),
hmmm ... ini yang kuingat ada di beberapa ruas jalan di Jogja waktu aku gowes dari jalan Kaliurang ke daerah Gedong Kuning -- sekitar 10 kilometer mungkin -- ketika aku melewati jalan-jalan sempit.

entahlah apakah akan dilakukan juga 'penggambaran' ini di ruas-ruas jalan sempit di Semarang
martoart wrote on Jan 17
sebuah mobil berplat merah diparkir di jalur (supposed to be) sepeda
panggil anak2 freestyle bmx untuk menjadikannya media latihan halang rintang.
orangjava wrote on Jan 17
martoart said
panggil anak2 freestyle bmx untuk menjadikannya media latihan halang rintang.
Sambil bawa piso buat nyoret cet........
afemaleguest wrote on Jan 18
martoart said
panggil anak2 freestyle bmx untuk menjadikannya media latihan halang rintang.
terrific idea :)

btw, haruskah kita menunggu ada peraturan mobil dilarang parkir di sepanjang jalur sepeda sehingga para pengendara bmx merasa aman dan tertantang melakukannya?
rembulanku wrote on Jan 17
fasilitas kota ditambahi tapi intine pemerintahe serius rak?
maksudnya, siap turunkan aparat buat bantu mentertibkan lalu lintas
sanksi bila ada pelanggaran, sosialisasi, dsb
afemaleguest wrote on Jan 18
fasilitas kota ditambahi tapi intine pemerintahe serius rak?
maksudnya, siap turunkan aparat buat bantu mentertibkan lalu lintas
sanksi bila ada pelanggaran, sosialisasi, dsb
iya La, harusnya ada tindakan lanjut, minimal sosialisasi dan pengamatan dari pihak yang berkepentingan
agamfat wrote on Jan 17
persis walikota jakarta selatan tuh, pencitraan
afemaleguest wrote on Jan 18
agamfat said
persis walikota jakarta selatan tuh, pencitraan
huuuffffttt T.T