SUNAT
Beberapa
saat lalu saya membahas tentang ‘sunat’ di kelas Religious Studies. Untuk
materi diskusi, saya mendownload dari http://www.bbc.co.uk/ethics/
Dengan sengaja
saya memilih topik ini untuk memperkenalkan ide ‘sunat perempuan’ atau mutilasi
genital perempuan kepada para siswa. Dan seperti yang saya perkirakan,
anak-anak belum pernah tahu bahwa sunat perempuan, praktek yang mengerikan ini,
telah menjadi suatu tradisi di beberapa suku bangsa di dunia.
SUNAT
LAKI-LAKI
Memulai
diskusi, kita berbincang tentang sunat laki-laki. Salah satu siswa laki-laki
yang satu tahun lalu kembali pindah ke Indonesia – setelah tinggal di Amerika
selama tujuh tahun – bercerita bahwa dia dan kakak laki-lakinya disunat setelah
mereka kembali ke Indonesia. dia berusia sekitar 18 tahun, dengan alasan orangtuanya
meyakinkannya bahwa sunat itu untuk kesehatannya sendiri. Dia percaya omongan
orangtuanya bahwa penis yang disunat lebih higienis. Setelah disunat, dia
sendiri merasa bahwa lebih mudah baginya untuk membersihkan penisnya daripada
sebelumnya.
Seorang
siswa laki-laki yang lain mengatakan bahwa dia tidak disunat karena ibunya
tidak pernah berbincang tentang hal ini dengannya. Dia yakin jika memang sunat
ini bagus untuk kesehatannya, ibunya tente telah mengajaknya berbincang tentang
hal ini dan menawarinya apakah dia ingin disunat atau tidak. Statistik yang
diberikan dalam artikel yang kita bahas di kelas – hanya sekitar 30% laki-laki
di seluruh dunia disunat – menunjukkan bahwa memang sebenarnya sunat tidak
begitu diperlukan, karena 70% laki-laki yang tidak disunat hidup baik-baik
saja.
Dua
siswa perempuan berbagi kisah tentang pengalaman kakak laki-laki mereka ketika
disunat. Mereka bercerita bahwa sebelum disunat kakak laki-laki mereka telah
membahas hal tersebut terlebih dahulu dengan orangtua, terutama ayah: sunat itu
penting untuk kesehatan. Selain itu juga karena mereka percaya sunat itu wajib
karena merupakan keharusan dalam agama.
Akan
tetapi, ketika tahu bahwa hanya Genesis – atau kitab Kejadian Lama – yang
memuat keharusan sunat dan bukan di kitab Kejadian Baru juga tidak di Alquran,
anak-anak mulai berpikir bahwa sunat dilakukan di banyak daerah di belahan bumi
ini dikarenakan alasan tradisi kebudayaan dan bukan karena instruksi agama.
SUNAT
PEREMPUAN
Seperti
yang tertulis di atas, benarlah bahwa para siswa di kelas saya belum pernah
mendengar kisah tentang sunat perempuan sehingga mereka belum pernah menyadari
keberadaan praktik berdarah yang tidak manusiawi ini. Orangtua mereka tidak
pernah bercerita tentang hal ini. Mereka juga belum pernah mendengar hal ini
dari orang lain. Karena dalam kitab Genesis /Kejadian Lama hanya berkisah
tentang sunat untuk laki-laki – dan tak satu pun ayat dalam Kejeadian Baru
maupun Alquran menyebut tentang sunat perempuan – kita menyimpulkan bahwa sunat
perempuan --- atau mutilasi genital perempuan – dikarenakan oleh tradisi budaya
tempat-tempat tertentu. Bukan merupakan tradisi keagamaan. (Paling tidak jika
kita melihatnya dari sudut pandang ketiga agama Ibrahimi.)
“Mengapa
disebutkan bahwa sunat perempuan itu sangat menyakitkan sedangkan sunat
laki-laki tidak? Atau paling tidak tidak disebut begitu menyakitkan?” tanya
seorang siswa ketika artikel yang kita bahas bersama menyebutkan bahwa sunat
perempuan merupakan prosedur yang menyakitkan.
Sunat
perempuan menyakitkan mungkin karena sebenarnya pada alat kelamin perempuan tak
ada satu titik pun yang perlu dipotong, untuk alasan apa pun – misal untuk
alasan higienis. Maka, jika tak ada alasan higienis atau pun keagamaan, mengapa
masih banyak orang melakukannya?
Pemotongan
alat kelamin ini dikenal secara meluas di budaya dan suku-suku bangsa Afrika.
Pemotongan ini dianggap sebagai klimaks inisiasi, suatu proses penting yang
harus dijalani baik oleh anak laki-laki maupun perempuan sebelum mereka
dianggap dewasa di dalam komunitas mereka. Menurut mereka yang mendukung
praktik ini, proses pemotongan alat kelamin perempuan memiliki keuntungan
praktis dalam masyarakat yang harus hidup secara keras. Keberanian menghadapi
pemotongan alat kelamin ini menunjukkan bahwa seorang perempuan terbukti kuat
secara mental dan akan sanggup menghadapi segala tanggungjawab yang harus
ditanggung oleh seorang perempuan dewasa. Meskipun begitu, wakil dari banyak
negara di Afrika setiap tahun berkumpul setiap tahun untuk berdiskusi dan
mencari jalan untuk menghentikan praktik yang tidak manusiawi ini karena
mutilasi alat kelamin perempuan ini merupakan pelanggaran terhadap hak asasi
perempuan dewasa maupun anak-anak. “Mutilasi ini merupakan prosedur yang sangat
berbahaya dan tak mungkin bisa ditarik kembali dimana prosesnya berdampak
negatif terhadap kesehatan, kemampuan mengandung, dan kesempatan untuk
mendapatkan pendidikan bagi perempuan,” kata Carol Bellamy, direktur eksekutif
UNICEF pada tanggal 7 Februari 2005, hari tanpa toleransi terhadap mutilasi
alat kelamin perempuan yang diperingati secara internasional.
Perempuan-perempuan
di negara Afrika menjalani mutilasi alat kelamin biasanya pada usia yang masih
sangat muda – sekitar enam tahun – sehingga hal ini berarti keputusan untuk
menjalaninya ada pada orangtua mereka, dan bukan keputusan mereka sendiri. Para
orangtua tersebut mungkin saja mengambil keputusan itu dikarena tekanan sosial
dan anak-anak perempuan mereka tak bisa mengatakan “JANGAN’ terhadap orangtua
meski di kemudian hari anak-anak itulah yang akan mendapatkan dampak negatif
yang disebabkan oleh pemotongan alat kelamin mereka tersebut.
SUNAT
PEREMPUAN DI INDONESIA
Meskipun
praktik sunat perempuan di Indonesia tidak segencar di Afrika, kita tetap bisa
mendapatkan praktik ini di Indonesia, terutama di daerah-daerah terpencil walau
sebenarnya pemerintah Indonesia telah melarang praktik sunat perempuan ini pada
tahun 2006. Jika di Afrika, sunat perempuan dianggap sebagai klimaks inisiasi
sebelum anak-anak perempuan itu memasuki masa dewasa, bagaimana dengan di
Indonesia? artikel dalam link ini
menyatakan ada
tiga alasan mengapa beberapa yayasan yang menyelenggarakan acara sunatan massal
juga menyertakan sunat perempuan:
·
Sunat
perempuan akan menstabilkan libido seorang perempuan
·
Sunat
akan membuat seorang perempuan nampak lebih cantik di mata suaminya
·
Sunat
akan menyeimbangkan psikologinya
Alasan
pertama menguatkan apa yang dikatakan oleh para aktifis perempuan bahwa praktik
ini sangat misoginis (membenci perempuan). Laki-laki yang tidak percaya diri
dan lemah perlu melakukan sesuatu untuk menaklukkan nafsu seks perempuan. Maka,
untuk membuat mereka terkesan digdaya dalam urusan ranjang, mereka harus
menjinakkan perempuan terlebih dahulu. Selain melakukan hal yang berhubungan
dengan fisik perempuan ini, mereka juga menciptakan prasyarat bagi seorang
perempuan agar dianggap sebagai perempuan sejati: dia haruslah tak memiliki
nafsu seksual yang liar.
Alasan
kedua jelas merupakan alasan yang tidak masuk akal karena kriteria cantik itu
berbeda dari satu orang ke orang lain. Sedangkan alasan ketiga sangat salah
karena bahkan mutilasi alat kelamin pada diri perempuan ini memberikan dampak
negatif secara fisik. Secara psikis, hal ini bisa menyebabkan seorang perempuan
trauma seumur hidup, apalagi jika dilakukan oleh seseorang yang tidak ahli dan
tidak menggunakan alat yang higienis.
Artikel
yang sama melaporkan bahwa sunat perempuan di Indonesia dilakukan tidak
seekstrim yang dilakukan di belahan bumi yang lain – terutama Afrika. Meskipun
beberapa penelitian menunjukkan bahwa sunat perempuan di Indonesia dilakukan
hanya dengan menggosok atau menjepit ujung klitoris sampai setitik darah
menetes, penelitian yang dilakukan oleh Dewan Populasi pada tahun 2003
menunjukkan bahwa 82% ibu-ibu yang menjadi saksi sunat anak-anak perempuan
mereka mengatakan bahwa sunat itu
dilakukan dengan ada ‘pemotongan’. Artikel lain di link ini menyatakan bahwa “meski
prosedur di Indonesia tidaklah sekasar di negara-negara Afrika dan memotong
lebih sedikit daging, prosedur ini tetaplah memberikan akibat kesehatan yang
serius.”
Lebih
lanjut lagi Laura Guarenti, seorang dokter kandungan dari WHO mengatakan, “Kenyataannya
adalah bahwa jelas tidak ada nilai kesehatan dalam praktik sunat perempuan.
Maka melakukan hal ini jelas salah 100%.”
Jelaslah.
Dalam sunat perempuan tidak ada nilai medis, tak ada tradisi budaya dan juga
tak ada kandungan keagamaan. Selain itu, pemerintah Indonesia pun telah ikut
meratifikasi pelarangan praktik sunat perempuan pada tahun 2006. Lalu mengapa
justru dalam tahun-tahun terakhir ini bahkan lebih banyak ditemukan praktik
sunat perempuan di tengah masyarakat? Ketidakmelekan sosial! Ketidakpedulian!
Kebencian kepada perempuan! Langkah kemunduran yang diambil oleh Kementerian
Pemberdayaan Perempuan adalah usaha untuk melegalkan praktik sunat perempuan
dengan cara mengeluarkan himbauan agar praktik ini dilakukan oleh tenaga medis
yang terlatih untuk menghindari efek negatif. Himbauan yang tentu akan membuat
orang berpikir bahwa sunat perempuan itu perlu dan penting dilaksanakan.
Maria
Ulfah Anshor – seorang penggiat kesetaraan jender – dengan tegas mengatakan,
“Saya tidak akan pernah menyarankan untuk melakukan sunat perempuan. Jika semua
perempuan disunat, orang percaya bahwa mereka akan menjadi lebih cantik dan
tidak liar di tempat tidur sehingga suami mereka akan merasa lebih excited.
Namun untuk kaum perempuan sendiri, mereka tidak akan mendapatkan kesenangan
sama sekali.”
KESIMPULAN
Bila
sunat laki-laki mungkin memiliki keuntungan medis dan disarankan (atau
diwajibkan) dari hukum agama – karena tertulis di kitab Kejadian Lama – sunat
perempuan tidak memiliki keuntungan medis apa pun untuk perempuan itu sendiri,
serta juga tidak disarankan di kitab suci mana pun. Sehingga jelas lah bahwa
akar sunat perempuan ini berasal dari kebencian terhadap perempuan yang bermula
dari ribuan tahun yang lalu.
GL7 07.34
120612
The English version can be viewed here
Beberapa komen yang muncul di lapak sebelah, yang bakal digusur tanggal 1 Desember 2012.
The English version can be viewed here
Beberapa komen yang muncul di lapak sebelah, yang bakal digusur tanggal 1 Desember 2012.
rengganiez wrote on Jun 15
Lucunya
di Indonesia Kementerian Kesehatan pernah melarang sunat perempuan pada
2006, tapi dianulir pada 2010. Aturan yang plin plan yang menjadi
penegas legalisasi sunat perempuan di Indonesia. Pemerintah mengklaim
aturan itu dibuat agar perempuan lebih “nyaman” dan higenis. Namun ada
yang diabaikan, yakni hak perempuan atas otoritas tubuhnya.
|
afemaleguest wrote on Jun 15
rengganiez said
Lucunya
di Indonesia Kementerian Kesehatan pernah melarang sunat perempuan pada
2006, tapi dianulir pada 2010. Aturan yang plin plan yang menjadi
penegas legalisasi sunat perempuan di Indonesia. Pemerintah mengklaim
aturan itu dibuat agar perempuan lebih “nyaman” dan higenis. Namun ada
yang diabaikan, yakni hak perempuan atas otoritas tubuhnya.
Jeng Niez,
ya betul. menyedihkan ya? :'( |
rengganiez wrote on Jun 15
afemaleguest said
Jeng Niez,ya betul. menyedihkan ya? :'(
ak pernah nulis lama soal ini, tapi untuk urusan kantor...pas nulis itu membayangkan sunatnya udah nyeriiii
|
afemaleguest wrote on Jun 15
rengganiez said
pas nulis itu membayangkan sunatnya udah nyeriiii
aku juga ... perut langsung melilit perih, jantung mendadak berdetak lebih kencang ...
|
bambangpriantono wrote on Jun 15
Gajiku disunat bulan ini gara2 kebanyakan ijin..:(
*nyambung ora ki?* |
afemaleguest wrote on Jun 15
salahmu dewe yen iki :-)
|
dinantonia wrote on Jun 15
ih ngeri dan merinding bacanya :(
|
afemaleguest wrote on Jun 15
dinantonia said
ih ngeri dan merinding bacanya :(
sama Din :-(
|
afemaleguest wrote on Jun 15
Agam,
lha kalau yg nyaranin sesama perempuan enaknya diapain ya? |
rembulanku wrote on Jun 15
sunat perempuan aku ga bisa membayangkan....
btw, sunat ki bhs inggris opo mbak hehhee *ga nemu ning kamus jew* |
afemaleguest wrote on Jun 15
sunat boso Enggrese 'circumcision' La :-)
|
di
koria jg ada sunat, mbak. tapi trend modern, bawaan dari amrik waktu
habis perang sama jepang. sunatnya utk cowo dan dilakukan waktu bayi.
apparently it's a christian influence?
http://www.circumstitions.com/Korea.html |
afemaleguest wrote on Jun 19
martoart said
Di
Indonesia ada berbagai jenis sunat perempuan. Yang cukup popular adalah
yang disebut 'Toreh', yaitu sekadar menorehkan lengkuas, kunyit, atau
kencur pada klitoris sebagai satu ritual kedewasaan (sudah tahu sekarang
kenapa untuk bocah yg belum dewasa disebut dengan masih bau kencur?).
Aku rasa ini cukup aman dan tidak cukup disebut mutilasi. Pada sunat
yang cenderung mutilatif ada sedikit pengaruh versi Islam yang kental
versi patriarkalnya. |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar