Selasa, Agustus 27, 2013

Primitif = ketinggalan zaman?

Satu kali di kelas "Cultural Eras" yang diampu oleh Professor Hugh Egan, kita membahas tentang Christopher Columbus yang di satu waktu dielu-elukan oleh 'history' (yang bisa diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia 'kisahnya') sebagai seorang 'penemu' benua Amerika jelang akhir abad 15. Waktu ditemukan oleh Columbus dan crew-nya, benua Amerika tidak benar-benar kosong tanpa penghuni, karena sudah ada yang mendiami benua yang maha luas itu: sekelompok (atau mungkin juga berkelompok-kelompok karena mereka terbagi dalam suku-suku) manusia yang kemudian oleh Columbus disebut sebagai kaum "Indian". Padahal ini adalah 'penamaan' yang salah. Columbus waktu itu dalam ekspedisi untuk mencari kawasan Hindia / India yang kaya akan rempah-rempah, namun kemudian kapalnya ter'dampar' di benua Amerika. Merasa sudah sampai di kawasan yang dia cari, maka Columbus dkk menyebut kelompok manusia yang ditemui di benua Amerika sebagai "Indian".

Menurut 'history' alias kisahnya Columbus dia menemukan benua Amerika dimana para penduduknya hidup secara 'primitif' karena mereka tidak paham bahasa yang digunakan oleh kaum 'Native American' ini; karena kaum Native American ini memiliki tradisi dan gaya hidup yang berbeda dengan Columbus dan crew-nya.

Apakah 'primitif' itu?

Menurut Free Dictionary kata primitif berarti



  1. not derived from something else, primary or basic
  2. (a) of or relating to an earliest or original state, (b) being little evolved from an early ancestral type
  3. characterized by simplicity or crudity
  4. of or relating to a nonindustrial, often tribal culture
Mengacu ke arti kata primitif di atas, kita bisa menyimpulkan bahwa kaum 'Native American' dianggap masih asli, belum mendapatkan banyak pengaruh dari budaya luar. Mereka memiliki tradisi dan budaya sendiri, misal cara berpakaian (konon mereka belum pernah melihat 'pantalon' yang telah menjadi busana orang-orang Eropa waktu itu, sehingga tidak tahu bagaimana cara mengenakan celana panjang :) Di satu buku yang pernah kubaca, ketika orang Native American itu diberi hadiah berupa celana panjang, dan si orang Eropa tidak mengajarinya bagaimana cara mengenakannya, si orang Native American ini naik ke atas pohon, sementara seorang temannya memegangi celana panjang, untuk kemudian orang yang naik ke atas pohon melompat ke dalam celana. Cara yang sama sekali tidak praktis. :)), cara bersosialisasi, cara bertahan hidup (mereka sudah tahu cara bercocok tanam dan berburu yang lebih 'canggih' ketimbang orang-orang Eropa), hingga bahasa. 

Semenjak Columbus 'menemukan' (yang di beberapa dekade terakhir kata 'menemukan' ini kemudian diganti 'menjajah' oleh orang-orang Amerika sendiri -- juga para sejara(h)wan terkini, lama kelamaan cara hidup orang-orang Native American berubah. Benua Amerika mungkin akan tetap sunyi jika Columbus tidak menemukannya, eh, menjajahnya. Namun mungkin kaum Native American akan tetap menjadi 'tuan' di tanah yang telah mereka diami sekian ratus tahun, dan tidak tereliminasi di 'reservation areas'. 

Apakah kemudian kita bisa mengatakan bahwa yang 'primitif' itu jelek? Ketinggalan zaman? 

*****

Beberapa abad setelah Columbus 'menemukan' Amerika dan kemudian berbondong-bondong orang Eropa -- diawali oleh orang-orang Inggris -- bermigrasi ke benua Amerika, orang-orang Eropa dari Portugal melakukan ekspedisi untuk mencari 'the real Hindia' dan menemukan rute ke Nusantara, masih dalam rangka berburu rempah-rempah. 

Kita tentu tahu kelanjutan kisah ini. Orang-orang Portugis itu tidak hanya melakukan perdagangan rempah-rempah dengan nenek moyang kita di bumi Nusantara, namun tinggal untuk menjajah. Dan 'history' di benua Amerika tentu juga terjadi di bumi Nusantara. Orang-orang Belanda yang kemudian menggantikan kedudukan orang Portugis tentu juga menganggap nenek moyang kita 'primitif', primitif yang sayangnya telah mengalami degradasi makna, karena kata primitif dimaknai sebagai ketinggalan zaman. Tata cara kehidupan nenek moyang kita pun mengalami perubahan agar tidak ketinggalan zaman, tradisi 'asli' nenek moyang kita pun berangsur-angsur menghilang. 

Salah satu tradisi yang hilang itu adalah cara berpakaian. Sangatlah dipahami jika nenek moyang kita berbusana yang terbuka -- misalnya topless -- karena kondisi negara kita yang tropis hingga cukup panas. Sementara itu para penjajah yang berasal dari negara yang berhawa dingin berpakaian lebih tertutup. Bisa dibayangkan jika kemudian nenek moyang kita -- terutama perempuan -- dijadikan 'tontonan' yang sangat eksotis bagi kaum penjajah. Dengan suka cita para kaum penjajah -- terutama laki-laki -- berbondong-bondong ke bumi Nusantara untuk mendapatkan tontonan gratis. (Ini bisa disimpulkan dari beberapa video yang diunggah di youtube.com misal di link ini If you are lucky, hope you still can open the link and watch it.) 

*****

Di satu kesempatan ketika konsultasi tesis dengan dosen pembimbing yang juga dikenal sebagai budayawan Jogja -- Professor Bakdi Soemanto -- beliau bercerita satu kali diajak oleh beberapa orang yang juga dianggap 'budayawan' untuk melakukan satu misi khusus ke Papua. Pak Bakdi bertanya misi apakah itu.

"Misi kita kali ini istimewa, yaitu mengajak saudara-saudara kita yang masih terbelakang untuk lebih bermoral karena masih mengenakan busana yang terbuka. Kita akan mengajak mereka meninggalkan tradisi primitif mereka dan mulai mengenakan busana tertutup."

Apakah lantas kata primitif selalu berkonotasi tidak bermoral? Siapa yang memberi hak pada sekelompok orang yang merasa diri lebih tinggi dibanding yang lain hanya gara-gara tradisi dan budaya yang berbeda? 

Dengan sengaja tulisan ini tidak kuakhiri dengan kesimpulan. The conclusion is in yours, readers. 

Beberapa foto yang kuunduh dari internet bisa dilihat di bawah ini. 
diunduh dari sana
diunduh dari link ini
diundah dari link situ 
diunduh dari link yang lain
Sedikit kisah tentang koteka bisa dilihat disini.

Salam budaya! Nothing higher nothing lower! 

GG 12.15 270813