Guys and girls, you are not afraid of feminists, are you?
Tahun 2003
adalah tahun ‘awakening’ bagiku, tahun pertama
kali aku mengenal ideologi feminisme dan otakku menerimanya dengan terbuka. Ideologi
satu ini – bagiku – amatlah membebaskan bagi kaum perempuan untuk mengejar
menjadi dan melakukan apa pun yang ingin mereka mau. (Note: sebelumnya aku
hidup dalam batasan ‘hukum agama’ yang konon begitu kekal karena dijaga olehNya
hingga akhir zaman, sehingga tidak dimungkinkan – bahkan mungkin hukumnya haram
– ada interpretasi maupun bacaan yang ‘baru’, yang bisa jadi lebih
‘women-friendly’.)
Dan karena
ideologi feminisme ini sangat women-friendly, maka dengan serta merta ‘naively’
kupikir semua perempuan akan dengan mudah dan suka cita menerimanya. Mereka
akan dengan senang menyebut diri sebagai seorang feminis setelah memahami bahwa
laki-laki dan perempuan itu setara. Dalam segala hal. Kecuali di empat hal yang
dianggap kodrat perempuan, yakni menstruasi, mengandung, melahirkan, dan
menyusui.
Namun
ternyata kenyataannya tidak seperti itu. Bahkan seorang perempuan yang di kota
kelahiranku lumayan terkenal sebagai seseorang yang intens pada nasib perempuan
dengan jelas-jelas menolak ketika disebut sebagai seorang feminis. Ada semacam ‘alergi’
yang bisa kucium dari sikapnya itu: alergi terhadap sebutan ‘feminis’.
TIDAK
KENAL MAKA TIDAK SAYANG
Apakah
feminisme itu?
Meski
perjuangan untuk menyamakan hak-hak kaum perempuan dengan laki-laki telah
dimulai beberapa abad lalu, kata feminisme sendiri mulai muncul di akhir abad
sembilan belas di belahan bumi Eropa dan kemudian menular ke Amerika. Kata ‘feminisme’
hadir untuk mengacu ke ideologi yang mengusung persamaan hak antara laki-laki
dan perempuan, maka siapa pun yang berjuang untuk mewujudkan persamaan itu,
atau mendukung terwujudnya persamaan tersebut – bisa laki-laki maupun perempuan
– bisa disebut sebagai seorang feminis.
“I do not
label myself as a feminist although I am very much concerned with equality
between men and women. Instead, I call myself a humanist,” kata Harry Aveling
di satu seminar kebahasaan di Jogja satu dekade yang lalu.
Seperti
terkesan ada yang salah dengan penggunaan kata feminisme. Atau seperti ada
kesan negatif di balik kata ini. Mengapa? Okelah jika yang menolak disebut
feminis itu laki-laki, karena berpikir bahwa hanya perempuanlah yang concerned
terhadap persamaan hak perempuan dengan laki-laki. Dan mungkin khawatir jika
orang awam menyalahartikan istilah ‘feminis’ dengan ‘feminin’. J Inilah salah satu sebab mengapa
Jurnal Perempuan sebagai salah satu tombak utama mendidik masyarakat untuk
mengenal kesetaraan jender membuat jargon “LAKI-LAKI BARU” sebagai mitra kaum
perempuan yang sadar bahwa hak laki-laki dan perempuan sama.
Lalu
mengapa kaum perempuan pun – yang jelas-jelas mendukung paham kesetaraan jender
bahkan ikut berjuang demi perbaikan nasib kaum perempuan – juga menolak
menyebut – atau disebut – sebagai feminis?
Di
Indonesia mungkin mereka berpikir bahwa istilah feminis terlalu
kebarat-baratan. Dan istilah ‘kebarat-baratan’ mungkin membuat beberapa orang
alergi. Atau ‘definisi’ feminis yang hadir pada dekade enampuluhan masih
melekat di benak mereka : Kaum pejuang perempuan pada waktu itu dikenal sebagai
men-hater dan anti pernikahan. Mungkin Betty Friedan (dengan bukunya “The
Feminine Mystique” yang fenomenal) – yang dianggap sebagai ‘representative’
pejuang kesetaraan dan tokoh feminisme terkemuka di Amerika pada dekade
tersebut sering dituduh sebagai men-hater dan anti pernikahan sekaligus anti
pekerjaan rumah tangga sehingga banyak perempuan yang mengartikan feminisme
sebagai gerakan untuk membenci laki-laki, membenci institusi pernikahan dan
menolak mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Ditambah satu lagi: pengusung
lesbianisme.
Sekian
dekade telah berlalu. Orang-orang seharusnya mulai mengerti bahwa paham
feminisme tidak sepicik itu. Para pengusung ideologi ini seharusnya tahu bahwa
feminisme berarti perempuan berhak untuk memilih apa pun yang mereka inginkan
tanpa perlu dibatasi keperempuanan mereka. Perempuan berhak untuk menikah atau
pun tetap melajang. Perempuan berhak meraih pendidikan setinggi yang mereka
inginkan atau sebaliknya. Perempuan berhak untuk memilih bekerja di luar rumah
maupun menjadi ibu rumah tangga, dan resikonya ketika memilih untuk bekerja di
luar rumah, tentu sang suami harus mau bersama-sama bertanggungjawab
mengerjakan pekerjaan rumah tangga, bukannya dibebani tugas ganda: bekerja di
luar rumah dan mengerjakan pekerjaan rumah tangga sementara sang suami hanya
ongkang-ongkang saja. Ketika memilih pekerjaan pun, perempuan berhak memilih
jenis karir mana pun yang mereka inginkan, tanpa ada batasan “karena kamu
perempuan, maka seyogyanya kamu bla bla bla ...” Selain itu perempuan juga berhak
untuk mengandung atau tidak, melahirkan secara alami atau tidak, dan kemudian
menyusui atau tidak. Dan tentu perempuan berhak untuk menjadi ‘straight’ maupun
‘lesbian’ tanpa perlu melihat ‘mainstream orientation’. Just follow their
calling.
Bukankah
ideologi feminisme sangat membebaskan kaum perempuan? Lalu mengapa menolak
menyebut – atau disebut – seorang feminis?
So, what
is wrong with F word?
Tak ada
cukup alasan bukan untuk membenci kaum feminis? Tak perlu alergi bukan untuk
mengaku diri sebagai seorang feminis? Kecuali mereka yang terus menerus
berkutat dengan keyakinan bahwa perempuan selayaknya dikurung di rumah atau pun
pandangan bahwa perempuan tidak boleh mengatur hidupnya sendiri. Atau kaum
laki-laki yang tidak pede menghadapi perempuan yang memiliki cara berpikir
merdeka, perempuan yang memiliki independensi yang tinggi. Jika mereka pede,
laki-laki itu akan sangat menikmati duduk sama rendah maupun berdiri sama
tinggi dengan kaum perempuan.
GL7 15.42
300712
Di bawah ini adalah komen yang masuk di lapak sebelah :
rembulanku wrote on Jul 31
wah ini bener2 ulasan :D
|
afemaleguest said
lha bukone wis ket mau to? :D
Mau nembe bukak sarung jee...
biasa maem ya mbengi ngene mBakkk.. |
afemaleguest wrote on Jul 31
martoart said
maksud pernyataan Harry Aveling. Dia memilih disebut Humanis bukan karena alergi terhadap sebutan Feminis
aku masih melihatnya sebagai karena dia laki-laki Kang :)
eniwei, suwun komennya :-D |
afemaleguest said
aku masih melihatnya sebagai karena dia laki-laki
Tuh kan, kamu type feminis yg Sex-tarian. hahahaha...
|
afemaleguest wrote on Jul 31
martoart said
Tuh kan, kamu type feminis yg Sex-tarian. hahahaha...
kekekeke
(padahal sudah lama aku ngumpetin tanduk di kepala :-P) |
afemaleguest wrote on Jul 31
enkoos said
Bingung :)
waduuuuwww ... yang lagi keliling-keliling ...
sampe bingung sedang berada dimana? :-D |
afemaleguest said
sering
dituduh sebagai men-hater dan anti pernikahan sekaligus anti pekerjaan
rumah tangga sehingga banyak perempuan yang mengartikan feminisme
sebagai gerakan untuk membenci laki-laki, membenci institusi pernikahan
dan menolak mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Ditambah satu lagi:
pengusung lesbianisme.
"Feminism
encourages woman to leave their husband, kill their children, practice
witchcraft, destroy capitalism, and become lesbians".
Kalo itu yang ngomong seorang paus di abad pertengahan, kamu akan bisa memaklumi ketololannya, tapi jangan kaget, itu yang ngomong Pat Robertson, seorang politisi Amrik, tahun 1992! |
afemaleguest wrote on Jul 31
martoart said
Kalo
itu yang ngomong seorang paus di abad pertengahan, kamu akan bisa
memaklumi ketololannya, tapi jangan kaget, itu yang ngomong Pat
Robertson, seorang politisi Amrik, tahun 1992!
hmmm ....
maka ketika aku ngeblog di blogsite yang berasal dari Eropa dulu ( di afemaleguest.blog.co.uk ) aku masih sering ketemu orang bule baik laki-laki maupun perempuan yang berpikiran begitu ... kirain orang barat sono lebih melek dari orang sini, ternyata podo wae :-D |
penuhcinta wrote on Jul 31
afemaleguest said
hmmm ....maka ketika aku ngeblog di blogsite yang berasal dari Eropa dulu ( di afemaleguest.blog.co.uk ) aku masih sering ketemu orang bule baik laki-laki maupun perempuan yang berpikiran begitu ... kirain orang barat sono lebih melek dari orang sini, ternyata podo wae :-D
Orang sini kalau konservatif garis keras ya sami mawon, mbak.
|
afemaleguest wrote today at 2:39 PM
penuhcinta said
Orang sini kalau konservatif garis keras ya sami mawon, mbak.
iya ... ternyata ... hmmmm ....
|
rengganiez wrote on Jul 31
Skg lagi rame RUU kesetaraan gender nih,mba...tentangannya luarrrrr biasaaaaaaaaa
|
afemaleguest wrote on Jul 31
rengganiez said
Skg lagi rame RUU kesetaraan gender nih,mba...tentangannya luarrrrr biasaaaaaaaaa
iya betul ...
duh, karena kesibukan kerja, aku lama ga sempat nulis tentang hal itu lagi ... (ngelesss) |
afemaleguest said
duh, karena kesibukan kerja, aku lama ga sempat nulis
itulah kalo perempuan bekerja!
:) |
afemaleguest wrote today at 2:41 PM
onit said
mungkin org kaget kalo aku ngaku feminis, krn aku punya suami
setahuku Gadis Arivia, salah satu 'pentolan' gerakan pembela perempuan di Indonesia, juga menikah ... dan masih banyak lagi :)
|
srisariningdiyah wrote on Jul 31
afemaleguest said
So, what is wrong with F word?
nothing's wrong :p
|
rengganiez said
Undangan ngeduren toh..mbuh kiii..ngasi lali taruhane :-)
ga boleh ada taruhan di bulan puasa...
|
rengganiez wrote on Jul 31
Taruhannya udah tahun laluuuuu...ampe mulpid punya bos baru nehh...
Maap mb Nana diajak ngelantur nehhh...jadi ngomongin nagih taruhan |
rengganiez said
Taruhannya udah tahun laluuuuu...ampe mulpid punya bos baru nehh...Maap mb Nana diajak ngelantur nehhh...jadi ngomongin nagih taruhan
Saking lamanya, keknya jadi bunga berbunga nih tagihane...
Anak dadi babonn.... Njuk sidane kapann...? Tar ter mulukkk jawabaneee, persis petasan... |
afemaleguest wrote today at 2:26 PM
ohtrie said
Saking lamanya, keknya jadi bunga berbunga nih tagihane...
aku melu nagiiiiihhhhh ....
|
afemaleguest wrote today at 2:26 PM
rengganiez said
Maap mb Nana diajak ngelantur nehhh...jadi ngomongin nagih taruhan
silakaaannnn ...
tapi aku kecipratan yang enak-enak yaaa? :) |
afemaleguest said
yang kebablasan yang seperti apa ya?suwun komennya :-)
Seperti
contoh dikau diatas, antilelaki dll...he.he.he.ini kan sering terjadi
dimana mana, selalu ada golongan konservatif ada yang fundamentalis.
Si Betty sendiri termasuk orang yang gagal dirumahnya karena sangat agresif egosentris tapi energi ini dibutuhkan untuk memulai gerakan besar ini, daku baca di Wiki..hi.hi.hi.. |
afemaleguest wrote today at 9:56 AM
ketika
seorang perempuan memilih untuk anti lelaki, itu haknya juga, asal dia
tidak menganggapnya sebagai keharusan bahwa perempuan-perempuan lain
juga harus anti lelaki, ini yang tidak pada tempatnya menurutku. kita
harus menghormati pilihan masing-masing orang :-)
Betty sendiri kan tidak anti lelaki, meski rumah tangganya harus berhenti di tengah jalan. yang bukan feminis juga banyak kan yg gagal rumsh tangganya :-) dalam kasus Betty, dia sebagai salah satu pelopor feminisme pada gelombang kedua, dimana "menikah" masih dianggap sesuatu yg wajib bagi perempuan, jika dia bukan seorang feminis tentu dia ga akan berani ambil langkah yg masih kontroversial pada zamannya :-) |
afemaleguest said
ketika
seorang perempuan memilih untuk anti lelaki, itu haknya juga, asal dia
tidak menganggapnya sebagai keharusan bahwa perempuan-perempuan lain
juga harus anti lelaki, ini yang tidak pada tempatnya menurutku. kita
harus menghormati pilihan masing-masing orang :-)
He..he.he..tergantung
orangnya, kalo yang antilelaki ini menjadi pemimpin otomatis dibawahnya
akan terpengaruh juga, begitulah hukum alam interaksi, kalo presidennya
plin plan maka anak buahnya juga ikut ikutan wakakakak
|
afemaleguest wrote today at 2:24 PM
eddyjp said
He..he.he..tergantung orangnya, kalo yang antilelaki ini menjadi pemimpin otomatis dibawahnya akan terpengaruh juga,
I
must say aku kurang setuju dalam hal ini ... anti lelaki maupun
pengagum lelaki itu adalah pilihan yang sangat personal, kalau seorang
pemimpin kemudian mempengaruhi anak buahnya untuk mengikuti jejaknya ...
apalagi memaksa ... he/she is not a good leader then.
seperti jika seorang pemimpin yang straight kemudian memaksa semua anak buahnya harus straight dan mendiskriminasi yang gay, dia bukan pemimpin yang baik, demikian juga sebaliknya. tetap harus ada saling menghormati dan memahami :) |
afemaleguest said
I
must say aku kurang setuju dalam hal ini ... anti lelaki maupun
pengagum lelaki itu adalah pilihan yang sangat personal, kalau seorang
pemimpin kemudian mempengaruhi anak buahnya untuk mengikuti jejaknya ...
apalagi memaksa ... he/she is not a good leader then.
He..he.he.daku
setuju saja jika ini pada tatanan teori tapi dalam kenyataannya
berbeda, perempuan sebagai kelompok sangat cepat saling mempengaruhi,
entah orang yang demikian menarik orang yang sejenisnya (cara
berpikirnya) atau kemudian terpengaruh, ini hal yang biasa dan terjadi
juga didunia lelaki :)
|
afemaleguest wrote today at 2:46 PM
eddyjp said
perempuan sebagai kelompok sangat cepat saling mempengaruhi,
ah ... kok jadi menggeneralisasi begitu? laki-laki juga bisa menjadi seperti itu ...
|
afemaleguest said
ah ... kok jadi menggeneralisasi begitu? laki-laki juga bisa menjadi seperti itu ...
Memang benar, tapi persaudaraan diantara perempuan lebih kuat dari lelaki.
|
wayanlessy wrote today at 2:49 PM
eddyjp said
Memang benar, tapi persaudaraan diantara perempuan lebih kuat dari lelaki.
Saya termasuk yg tidak tahu akan hal ini, pak.
|
wayanlessy said
Saya termasuk yg tidak tahu akan hal ini, pak.
Kalo menurut Lessy seperti apa yah ? :)
|
wayanlessy wrote today at 3:04 PM
eddyjp said
Kalo menurut Lessy seperti apa yah ? :)
Dalam
ketidak tahuan saya tersebut, maka hanya dari apa yg saya alami
sepanjang perjalan hidup selama 34 th, nampaknya sama saja pak. Entah
kalau ada penjelasan scientific yg menjelaskan perbedaan itu..saya mau
sekali dibagi informasi tersebut. :)
|
afemaleguest said
ketika
seorang perempuan memilih untuk anti lelaki, itu haknya juga, asal dia
tidak menganggapnya sebagai keharusan bahwa perempuan-perempuan lain
juga harus anti lelaki, ini yang tidak pada tempatnya menurutku. kita
harus menghormati pilihan masing-masing orang :-)Betty sendiri kan tidak anti lelaki, meski rumah tangganya harus berhenti di tengah jalan. yang bukan feminis juga banyak kan yg gagal rumsh tangganya :-) dalam kasus Betty, dia sebagai salah satu pelopor feminisme pada gelombang kedua, dimana "menikah" masih dianggap sesuatu yg wajib bagi perempuan, jika dia bukan seorang feminis tentu dia ga akan berani ambil langkah yg masih kontroversial pada zamannya :-)
Begini kata suaminya,
Indeed, Carl Friedan had been quoted as saying "She changed the course of history almost singlehandedly. It took a driven, super aggressive, egocentric, almost lunatic dynamo to rock the world the way she did. Unfortunately, she was that same person at home, where that kind of conduct doesn't work. She simply never understood this."[53] |
afemaleguest wrote today at 2:21 PM
eddyjp said
Begini kata suaminya,Indeed, Carl Friedan had been quoted as saying "She changed the course of history almost singlehandedly. It took a driven, super aggressive, egocentric, almost lunatic dynamo to rock the world the way she did. Unfortunately, she was that same person at home, where that kind of conduct doesn't work. She simply never understood this."[53]
hmmm
... kalau mengacu ke paragraf terakhir yang kutulis di postingan ini,
menurutku pribadi, Carl jelas bukan laki-laki yang pede menghadapi
seorang perempuan yang spektakuler seperti Betty. :) Dia tidak siap
menghadapi Betty yang berubah secara drastis dengan perjuangannya untuk
'mengubah dunia'.
Seorang Charlotte Perkins Gilman sampai menderita nervous breakdown berulang kali di pernikahannya yang pertama karena sang suami berharap seorang perempuan yang biasa-biasa saja, yang cukup menjadi seorang "nyonya bla bla bla ..." dan bukan terkenal dengan namanya sendiri. Di pernikahan yag kedua, Charlotte bertemu dengan seorang laki-laki yang mengerti apa yang dia perjuangkan, dan pede (smiling ...) maka pernikahannya pun lasted forever, sampai sang suami meninggal dunia, dimana dua tahun kemudian Charlotte menyusulnya. di Indonesia sendiri, ketika membaca KAJIAN BUDAYA FEMINIS karya Aquarini Priyatna Prabasmoro, Aquarini menulis komplain suaminya, "Mengapa kamu tidak seperti perempuan-perempuan yang lain? yang biasa-biasa saja? yang tidak meributkan peran perempuan seperti yang kau perjuangkan itu?" well .. kalimat tepatnya aku sudah lupa, tapi intinya begitu deh. Tapi, sampai sekarang aku tidak atau belum mendengar berita Aquarini bercerai kan ya? Berarti sang suami cukup pede menghadapi istri yang cara berpikirnya merdeka seperti Aquarini. hehehehehehe ... |
afemaleguest said
Seorang
Charlotte Perkins Gilman sampai menderita nervous breakdown berulang
kali di pernikahannya yang pertama karena sang suami berharap seorang
perempuan yang biasa-biasa saja, yang cukup menjadi seorang "nyonya bla
bla bla ..." dan bukan terkenal dengan namanya sendiri. Di pernikahan
yag kedua, Charlotte bertemu dengan seorang laki-laki yang mengerti apa
yang dia perjuangkan, dan pede (smiling ...) maka pernikahannya pun
lasted forever, sampai sang suami meninggal dunia, dimana dua tahun
kemudian Charlotte menyusulnya.
Daku
setuju, soal jodoh tuh memang sulit diduga, tapi daku percaya ini
memang untung untungan yah, ibarat kepala ikan ketemu ekor ikan, atau
salah satu memposisikan diri seperti ini, jika 22nya jadi kepala
biasanya mudah terjadi keributan.
|
afemaleguest wrote today at 2:36 PM
eddyjp said
22nya jadi kepala
kepala?
oh well ... kenapa juga harus ada yang merasa harus mejadi kepala dan yang satunya berarti menjadi kaki atau ekor begitu? atau, paling tidak, tubuh? yang penting dalam relationship kan ada komunikasi yang cocok ... dan saling mengerti :) |
afemaleguest said
kepala?oh well ... kenapa juga harus ada yang merasa harus mejadi kepala dan yang satunya berarti menjadi kaki atau ekor begitu? atau, paling tidak, tubuh? yang penting dalam relationship kan ada komunikasi yang cocok ... dan saling mengerti :)
Teoritisnya
emang begitu, tapi dalam kenyataan lebih praktis seperti itu, ada
pemimpinnya tinggal pilih kalo laki tak bisa ya perempuan.
Kenapa kepala dan ekor, mungkin kerna keduanya itu yang menentukan kemana arah si ikan bergerak, walau ada sirip dibadan, jangan ditangkap secara harafiah. |
afemaleguest wrote today at 2:43 PM
eddyjp said
Teoritisnya
emang begitu, tapi dalam kenyataan lebih praktis seperti itu, ada
pemimpinnya tinggal pilih kalo laki tak bisa ya perempuan.Kenapa kepala dan ekor, mungkin kerna keduanya itu yang menentukan kemana arah si ikan bergerak, walau ada sirip dibadan, jangan ditangkap secara harafiah.
ketika
kedua belah pihak sudah melebur menjadi satu, dengan komunikasi yang
lancar dan saling mengerti, ga ada lagi batasan antara kepala dan ekor
...
|
afemaleguest said
ketika
kedua belah pihak sudah melebur menjadi satu, dengan komunikasi yang
lancar dan saling mengerti, ga ada lagi batasan antara kepala dan ekor
...
Setuju
tetapi secara fungsional itu memang terjadi, bisa bertukaran, tapi
memang kalo keduanya mempunyai personality kuat dan energi besar, maka
kemungkinan akan meledak sewaktu waktu.
|
afemaleguest wrote today at 2:51 PM
eddyjp said
Setuju
tetapi secara fungsional itu memang terjadi, bisa bertukaran, tapi
memang kalo keduanya mempunyai personality kuat dan energi besar, maka
kemungkinan akan meledak sewaktu waktu.
nah ... disinilah salah satu 'fungsi' keberadaan cinta antara keduanya :)
|
wayanlessy wrote today at 2:52 PM
afemaleguest said
nah ... disinilah salah satu 'fungsi' keberadaan cinta antara keduanya :)
:)
|
afemaleguest wrote today at 2:33 PM
martoart said
ya
kalo diskusi jangan melebar ke urusan fisik dong. dan ga perlu pake
"wakkwawak" gitu. fokus ke topik, ga perlu taruh yg ga perlu.
setuju Kang ... kok jadi sampai ke fisik begitu ya?
hello Eddy ... apa jawabmu? |
afemaleguest said
setuju Kang ... kok jadi sampai ke fisik begitu ya?hello Eddy ... apa jawabmu?
Ha..ha.ha..sori jika ada yang tidak berkenaan, daku emang suka membal kesana kemari, kembali ke topik...
|
wayanlessy wrote today at 2:26 PM, edited today at 2:34 PM
Melongo
baca tulisan keren ini dan komen2nya...lalu tepok tepok jidat sendiri
karena selama ini aku nggak pernah tahu kalau ada orang yg memaknai
feminisme sedemikian parah sampai dibilang anti pernikahan dan man hater
plus pendukung lesbianisme.
Selama ini aku mengartikan feminisme terlalu sederhana, pejuang pembebas perempuan dari penjara diskriminasi gender yg tidak adil. Bahkan dulu by default, aku merasa berhak menyebut diriku sebagai feminis, walau belakangan jadi ragu apakah aku 'cocok' disebut itu karena banyak temanku yg mengaku feminis, menilai aku kurang feminis. Karena apa? Karena aku menikah dan rajin sekali melakukan sinkronisasi schedule harian dgn suami dan karena aku berjilbab (Padahal dulu justru dgn jilbabku ini aku merasa feminis, sayangnya panjang penjelasannya dan agak personal) ...jadilah gara2 komentar beberapa teman feminis itu, aku berpikir..."hmm...iya ya...mungkin aku nggak pantas mengaku sebagai feminis?" (Argh! Jadi siapa yg salah sih? Oh..menggemaskan sekali! Aku dapat info begitu dari kalangan para feminis sendiri dan merasa lumayan malu 'patah hati' karena 'ditampik' ketika mengaku feminis) Terus terang,.mbak...penolakan para feminis itu terhadap kegeeranku yg mengaku-aku feminis sejak awal, jadi kontra produktif. Aku malah jd tak merasa "sekubu". Padahal aku sangat yakin bahwa aku adalah kaum perempuan yg juga ingin berjuang membebaskan diri dari diskriminasi gender. Tapi aku 'takut' ..sangat enggan dipermalukan lagi oleh jenis para feminis yg sempat meledekku bahwa aku nggak pantas disebut feminis. Well, jd bagiku, kata 'feminis' ini justru keren dan aku ingin sekali mengaku feminis. Bukan sejak aku kuliah, melainkan sejak aku SMP. Sejak aku selalu ingin melawan diskriminasi gender. 8 th belakangan ini saja justru aku merasa..mungkin aku nggak cukup pantas mengaku sebagai seorang feminis. Ehhh....kok aku.malah jd curhat abis gini...:p |
afemaleguest wrote today at 2:32 PM
wayanlessy said
(Argh!
Jadi siapa yg salah sih? Oh..menggemaskan sekali! Aku dapat info begitu
dari kalangan para feminis sendiri dan merasa lumayan malu 'patah hati'
karena 'ditampik' ketika mengaku feminis)
haduh Lessy ... aku ikut-ikutan patah hati ... :'(
seperti patah hatiku ketika ada seorang teman di lapak sebelah yang cukup akrab denganku, rajin menulis tentang perempuan untuk website JIL beberapa tahun lalu, dengan kalem mengaku, "aku bukan feminis lho mbak Nana ..." duh! |
wayanlessy wrote today at 2:47 PM
Iyah
mbak..hiks...masih agak nyeri dan malu kalau ingat "kamu tuh nggak
cukup feminis untuk ngaku sebagai feminis karena ..liat aja..gampangnya,
kamu berjilbab!"
Aku yg tukang ngeyel dan pendebatpun dalam suasana patah hati karena ditampik keberpihakanku oleh sesama perempuan secara yg demikian cuma bisa terdiam dan berkata "baiklah". Maka ketika aku baca journal mbak Nana ttg pandangan banyak orang non feminis yg menganggap feminis itu anti pernikahan, man hater, menentang kodrat dan lain lain...aku bengong sejenak, sambil pijit2 dahi. |
afemaleguest wrote today at 2:53 PM
wayanlessy said
Iyah
mbak..hiks...masih agak nyeri dan malu kalau ingat "kamu tuh nggak
cukup feminis untuk ngaku sebagai feminis karena ..liat aja..gampangnya,
kamu berjilbab!" Aku yg tukang ngeyel dan pendebatpun dalam suasana patah hati karena ditampik keberpihakanku oleh sesama perempuan secara yg demikian cuma bisa terdiam dan berkata "baiklah". Maka ketika aku baca journal mbak Nana ttg pandangan banyak orang non feminis yg menganggap feminis itu anti pernikahan, man hater, menentang kodrat dan lain lain...aku bengong sejenak, sambil pijit2 dahi.
kalau
tidak salah Ibu Musdah Mulia juga dianggap salah satu pejuang perempuan
-- yang berarti seorang feminis -- dan dia berjilbab ya?
tak bantuin pijit-pijit dahi boleh? :) |
afemaleguest said
kalau
tidak salah Ibu Musdah Mulia juga dianggap salah satu pejuang perempuan
-- yang berarti seorang feminis -- dan dia berjilbab ya?
aku juga feminis meski ga berjilbab. so what?
|
afemaleguest wrote today at 3:05 PM
martoart said
aku juga feminis meski ga berjilbab. so what?
ga ada yang melarang Kang Marto berjilbab ...
monggo lhooo :) |
wayanlessy said
karena
aku berjilbab (Padahal dulu justru dgn jilbabku ini aku merasa feminis,
sayangnya panjang penjelasannya dan agak personal) .
mbak
lessyyy... aku pernah ktemu feminis berjilbab yg punya penjelasan kira2
begini, "jilbab membuatku tidak dievaluasi secara fisik oleh laki2"
walaupun penjelasan mbak lessy panjang & agak personal, tapi aku udah lama ngerti kalo jilbab bisa jadi penanda feminisme juga :) ada juga pendapat bahwa pakai jilbab krn kemauan sendiri, bukan disuruh/dipaksa oleh siapa2, jadi sama sekali tidak menyalahi prinsip feminisme. |
wayanlessy wrote today at 2:56 PM
Terimakasih
atas support dan sumbangan tulisan dengan uraiannya yg manis untuk
kegiatan menulis ttg Xenophobia ya mbak Nana dear.
Padahal lagi banyak kerjaan dan ..eih gmn laptopnya mbak udah diperbaiki jugakah? |
afemaleguest wrote today at 2:59 PM
wayanlessy said
Terimakasih
atas support dan sumbangan tulisan dengan uraiannya yg manis untuk
kegiatan menulis ttg Xenophobia ya mbak Nana dear. Padahal lagi banyak kerjaan dan ..eih gmn laptopnya mbak udah diperbaiki jugakah?
setelah
Lessy kirim PM itu, aku langsung nulis, tapi belum sempat kuposting,
belum kusave ke flash disk, laptop terkena virus, dan mati total :'(
setelah kubawa ke service (yang salah kupilih), eh, malah semua data di C
dan D hilang ...
postingan ini tulisan yang kedua, menulis ulang, dengan mood yang tidak sama ... masih kesal pada tukang servisnya ... :) I am glad to participate in the event, dear Lessy ... :) ini ada diskusi yang asik di lapak sebelah, monggo disimak :) http://www.facebook.com/notes/sekar-suket/aku-bukan-feminist/10151469439162012
"Aku bukan seorang feminist,"Dengan santai kukatakan kalimat itu, yang segera disambut dengan seruan tak percaya dari teman-temanku. Bahkan ada yang bernada marah.
Saat itu kami berlimabelas sedang duduk di sekitar api unggun, di bawah langit yang berkilau permata, beberapa ratus kilometer dari kehidupan moderen. Lima belas orang, 6 perempuan dan 9 lelaki, yang benar-benar beragam, usia, warna, agama dan orientasi-orientasi yang menempatkan kami pada kotak-kotak yang berbeda dalam peradaban. Dua pasang suami istri berusia awal 40an, satu berkewarganegaran Amerika, anggota gereja Baptist, yang satu lagi dari Swiss menganut agama Buddha. Sepasang pasangan kekasih dari Jepang, mengaku atheist, dan sepasang lagi pasangan gay dari Inggris, Jason dan Adrian si tampan yang sempat membuatku menoleh dua kali. Selebihnya, adalah kami tujuh orang tanpa ikatan, 2 perempuan dan 3 laki-laki asli Australia, satu lelaki Brazil bermata hijau dan perempuan berkulit coklat bernama Dita, aku. Satu-satunya persamaan yang ada pada kami adalah kecintaan pada alam terbuka, telinga kami senantiasa rindu akan penggilan mengenal sang Bunda lebih mesra. Malam ini adalah malam terakhir penjelajahan kami belahan utara bumi Australia yang jelita dalam keliarannya. Aku tak ingat persis apa topik awal pembicaraan kami malam itu, tapi yang jelas topik ini menghangat, seperti selalu, ketika membicarakan tentang perempuan, keberadaannnya, kedudukannya dan perjuangannya dalam mencapai kesetaraan gender. Kami berlima belas, memiliki beragam pendapat dalam hal ini, walau pada dasarnya ada kesepakatan tentang perempuan sebagai mahkluk yang tak mungkin dipingirkan lagi. Aku tidak ikut menyumbang pendapat dalam diskusi yang kadang membelok ke arah perdebatan yang bersahabat ini, karena, pasti banyak yang tidak percaya, aku ini sebenarnya orangnya pendiam dan pemalu. Karena itu, agak tergagap aku, ketika pertanyaan dilontarkan padaku tentang bagaimana pendapatku tentang gerakan feminisme. "Aku bukan feminist," Begitu jawabanku. "Bullshit!, "salah seorang berkata. Ah, ya, Kylie si rambut pirang yang tak pernah segan mengemukakan pendapat, entah diminta atau tidak. "Kamu adalah perempuan yang paling merdeka yang pernah kukenal. Aku tahu tulisan-tulisanmu selalu mempertanyakan ketakadilan dan ketaksetaraan yang dialami perempuan. Dan aku tahu kegetiranmu setiap kali kamu mendengar kisah-kisah dari perempuan-perempuan teraniaya di shelter tempatmu bekerja". Itu si Darren, kawan lama yang mengajak aku serta dalam petualangan kali ini. Aku hanya nyengir, sangat tak nyaman merasakan 14 pasang mata menatapku menunggu penjelasan. "Aku bukan penentang feminisme, jangan salah sangka. Aku bisa seperti sekarang ini tak lepas dari kiprah para pejuang feminisme itu,"Kataku perlahan, sadar akan betapa sederhananya aku dibandingkan beberapa anggota kelompok ini yang menyandang gelar-gelar tinggi kependidikan. "Feminisme, adalah serangkaian pergerakan dan ideologi yang bertujuan memberi definisi, memperjuangkan tempat dan hak kesetaraan perempuan dalam hukum, pekerjaan dan pendidikan. Suatu usaha yang luar biasa, yang bisa kita lihat dampaknya di seluruh dunia. Suatu perjuangan yang masih belum selesai dan masih mendaki jalan yang curam." "Namun, feminisme, juga menciptakan pengkotakan baru dalam belantara manusia yang sudah terlalu banyak terkoyak oleh berbagai isme lain" Perempuan Jepang berwajah teduh itu menatapku. Katanya,"Jadi menurutmu, feminisme itu tidak perlu?" Aku menggeleng, mencoba mencari kata-kata yang tepat untuk menjelaskan apa yang ada di dalam benakku. "Gerakan feminisme itu mulia, mencoba mengangkat derajad perempuan, yang di sebagian besar kebudayaan dunia, dianggap sebagai mahkluk kelas dua. Hanya kembang kertas yang dipakai untuk hiasan, bisa dibuang ketika layu. Hanya seperti sarana untuk menghadirkan manusia-manusia baru ke dunia ini. Karena gerakan feminisme, di berbagai penjuru bumi, perempuan bisa mendapatkan pendidikan, bisa bekerja, bisa mempunyai hak pilih dalam politik, bisa mendapatkan pelayanan kesehatan. Mulia, sungguh!" Semua mengangguk setuju. "Tapi lain pihak, gerakan feminisme menempatkan perempuan pada posisi berseberangan dengan lelaki. Us against them. Yang tertindas melawan yang menindas. Terkadang mengalienasi diri bahkan terhadap perempuan juga. Bukankah kita sering mendengar perdebatan yang bersifat cela mencela, antara perempuan yang bekerja berhadapan dengan perempuan yang memilih menjadi ibu rumah tangga misalnya? Kesalahkaprahan, memang, tapi itu terjadi." Hanya suara angin gurun, dan derak detak kayu terbakar api unggun yang terdengar. "Seandainya, sejak awal, manusia memandang sesamanya sebagai sesama mahluk yang setara, yang saling membutuhkan, yang saling menghormati, yang saling mengasihi, tanpa mempermasalahkan perbedaan jenis kelamin....sama halnya dengan tak membedakan warna kulit, agama, orientasi seksual,...tentunya kita tak perlu berdiri berhadapan dalam posisi antagonis seperti ini. Perempuan dan laki-laki seharusnya tak berposisi bersebarangan, tetapi bersisian. Tak bertentangan, tapi bahu membahu." "Aku bukan feminis, aku memilih menjadi humanis. Dengan segala keterbatasanku, aku ingin memperjuangan kesetaraan manusia, lepas dari kotak-kotak yang merupakan ciptaan ratusan tahun peradaban itu." Serentak terdengar beberapa pendapat, entah mengiyakan ataupun menentang, aku tak perhatikan lagi, karena kantuk perlahan membuat kelopak mataku berat. Tapi dalam hati sempat terlintas pemikiran, apakah aku terlalu utopian? Apakah aku ini pemimpi? |