Sabtu, Maret 19, 2011

Rebut Ruang Kota!


REBUT RUANG KOTA!

Frankly speaking aku ga pernah ‘ngeh’ apa arti frasa REBUT RUANG KOTA! meski sudah beberapa bulan terakhir ini pernyataan itu selalu diulang oleh ‘panitia’ SCMR alias Semarang Critical Mass Ride atau “sepedaan ramai-ramai secara kritis (di) Semarang” tatkala mengirim email pemberitahuan pelaksanaan SCMR. Aku pikir frasa REBUT RUANG KOTA! ini berkaitan dengan usaha komunitas b2w Semarang (yang tentu didukung oleh komunitas maupun klub sepeda lain di kota Semarang) mengajukan permohonan disediakannya BIKE LANE di Semarang.

Frankly speaking juga bahwa meski SCMR telah dilaksanakan beberapa kali, sama sekali aku belum pernah berkesempatan untuk meluangkan waktu untuk mengikutinya. Seperti kesepakatan dengan komunitas/klub sepeda di kota lain, SCMR dilaksanakan pada hari Jumat akhir tiap bulan, dari pukul 19.00 sampai selesai. (Aku tidak akan mengekspose my excuses mengapa di sini. Ga penting.)

Sampai sekitar sebulan lalu adikku ikut SCMR dan pulangnya komplain betapa pengendara sepeda ketika merasa menjadi mayoritas di jalan raya pun bertingkah layaknya raja jalanan dan tidak memberi kesempatan pengguna jalan lain. Memang mereka tidak membuat udara semakin berpolusi – beda dengan klub moge maupun klub mobil yang banyak berkeliaran di mana-mana, tatkala mereka berkumpul dan melakukan konvoi, suara mesin moge maupun mobil plus asap yang keluar dari knalpot membuat polusi udara, sangat amat membuat kesal, belum lagi jika ditambah kearoganan seolah pemilik jalan raya. Namun, apa pun, tatkala pihak mayoritas itu sok menunjukkan ‘keakuan’ sebagai yang berkuasa di jalan raya pada waktu tertentu, tentu akan sangat mengesalkan bagi pengguna jalan lain. Bukankah akan sangat lebih baik jika SCMR itu dilakukan dengan tertib dengan meninggalkan gaya ‘sok memiliki’ jalan raya?

REBUT RUANG KOTA! disamakan dengan shock therapy?

Shock therapy yang bagaimana? Hasil akhir bahwa jika REBUT RUANG KOTA! ini sama dengan mengendarai sepeda beramai-ramai menguasai seluruh badan jalan tanpa mengindahkan pengguna jalan lain akan sama: KEAROGANAN YANG MENGESALKAN. Boro-boro mendapatkan simpati kemudian berhasil menarik orang untuk berangsur-angsur meninggalkan kendaraan bermotor mereka dan beralih naik sepeda, bahkan mungkin akan mengakibatkan antipati!

Aku tidak tahu bagaimana pelaksanaan Critical Mass Ride di kota lain. Aku juga belum tahu apakah mereka juga menggunakan jargon REBUT RUANG KOTA! dan bagaimana mereka menerjemahkan jargon ini. Namun yang aku tahu, tatkala bersepeda bersama komunitas sepeda lipat yang berkumpul di Jogja 5-6 Maret 2011 lalu, para voijrider (bagaimana cara menulisnya yang benar?), para marshall, dan sweeper berusaha ‘merapikan’ kita dengan berbaris rapi dua-dua jika jalanan kurang luas, dan satu-satu jika melintasi jalanan yang cukup sempit. Tanggal 6 Maret waktu ke Borobudur, ada lebih dari 150 orang yang mengikuti acara gowes tersebut. Dan kuperhatikan tidak ada peristiwa menguasai seluruh badan jalan hanya untuk kita semua.

Meski belum pernah ikut SCMR dan akhir-akhir ini datang ke CFD (Car Free Day) hanya sekedarnya saja, aku tetap tawadhu’ menjalani bike to work, alias bersepeda ke kantor, sebagai bukti nyata peduliku pada lingkungan, kampanye dalam diamku untuk Ibu Bumi.

P.S.:
‘hanya’ keprihatinan seorang bike-to-worker.
PT56 21.21 180311

photo credit to: Yoga

Tidak ada komentar:

Posting Komentar